Kuliah Al-Hikam – Selasa, 9 Rabiul Akhir 1445 H / 24 Oktober 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.
بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
HIKMAH KE-64: SIAPA YANG TIDAK MENSYUKURI NIKMAT, BERARTI INGIN KEHILANGAN NIKMAT ITU
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النِّعَمَ فَقَدْ تَعَرَّضَ لِزَوالِها، وَمَنْ شَكَرَها فَقَدْ قَيَّدَها بِعِقالِها.
Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, berarti ia membuat jalan bagi hilangnya nikmat itu, dan siapa yang mensyukurinya, maka berarti ia telah secara kuat mengikat nikmat tersebut
Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat, maka ia telah menyodorkan diri untuk kehilangan nikmat itu. Barang siapa yang mensyukuri nikmat, maka ia telah mengikat nikmat itu dengan talinya.
Kenikmatan itu diumpamakan seperti unta yang cenderung untuk pergi. Dengan demikian, cara mengikatnya itu perlu disyukuri. Supaya nikmat tidak pergi, maka nikmat itu harus diikat supaya tidak pergi. Syukur itu adalah pengikat perkara yang ada dan menjaring perkara yang tidak ada. Ingatlah akan firman Allah,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿ ٧﴾
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. [QS Ibrahim (14):7]
Ayat ini didasarkan kepada pengagungan kepada yang memberi nikmat karena Allah memberikan kenikmatan kepada yang bersyukur. Syukur adalah penggunaan hamba terhadap semua yang Allah berikan kepadanya dalam rangka memenuhi maksud dari kenikmatan-kenikmatan tersebut. Syukur adalah ketika seseorang tidak bermaksiat kepada Allah dengan nikmat yang diberikan kepadanya.
Seseorang yang bersyukur atas kenikmatan yang ia dapat akan mendapatkan kenikmatan yang langgeng dan bahkan lebih baik lagi. Sebaliknya, nikmat yang diberikan atas seseorang yang kufur atau tidak mengakui nikmat Allah itu akan menjadikan nikmatnya hilang.
Kufur itu berhubungan erat dengan suka mengeluh. Seseorang yang menyebutkan masalahnya itu bisa memberi dua keadaan, yakni bisa dalam rangka mencari solusi atau bisa juga jadi berkeluh kesah.
Kita diajarkan untuk mengucapkan hamdalah atas segala nikmat yang kita dapatkan. Kenikmatan Allah itu sedemikian besar yang terkadang orang-orang sampai lupa untuk mensyukurinya karena setiap hari mendapatkannya, misalkan seperti makanan yang selalu tersedia dan selepas kita keluar dari kamar kecil.
Bentuk-bentuk syukur:
- dengan lisan, yakni dengan mengucapkan hamdalah
- dengan anggota tubuh, yakni dengan menjalankan ketaatan atas nikmat yang didapat
- dengan keyakinan, yakni pengakuan kenikmatan di hati
Pesan dari hikmah:
- Agar selalu bersyukur kepada Allah agar kenikmatan bertahan dan bertambah
- Agar selalu berhati-hati agar tidak kufur nikmat karena kenikmatan bisa hilang karenanya
HIKMAH KE-65: KARUNIA YANG BISA MENJADI BENCANA
*خَفْ مِنْ وُجودِ إحْسانِهِ إلَيْكَ وَدَوامِ إساءَتِكَ مَعَهُ أنْ يَكونَ ذلِكَ اسْتِدْراجاً لَكَ (سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ
*Takutlah akan karunia Allah yang selalu engkau peroleh sementara engkau tetap bermaksiat kepada-Nya, sebab bisa jadi itu istidraj bagimu (lambat laun akan menghancurkanmu). “Kami nanti akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah cara yang mereka tidak ketahui” (QS al-Qalam: 44)*
Istidraj adalah pemberian dalam murka. Takut dari istidraj terhadap kenikmatan itu adalah sikapnya orang mukmin. Istidraj ini perlu dipandang dengan teliti. Ketika manusia meneliti dirinya, maka ia akan mendapati bahwa dirinya banyak berbuat buruk. Pada dasarnya, keburukan manusia itu jumlahnya tidak sedikit. Sementara, Allah sudah berikan kenikmatan kepada kita setiap harinya padahal tidak setiap harinya kita itu taat. Maka agar pemberian Allah itu bukan merupakan istidraj, kita harus bertaubat setiap hari. Tiada hari selain untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Ketika ini sudah menjadi karakter dan kebiasaan kita, maka semoga kenikmatan Allah ini bukan merupakan istidraj.
Orang taat diberi masalah: ujian
Orang taat diberi nikmat: rahmah
Orang maksiat diberi masalah: peringatan
Orang maksiat diberi nikmat: istidraj, yang akan berujung kepada azab
Istidraj itu sesungguhnya adalah merupakan bentuk kemurkaan Allah. Esensi kekhawatiran dari istidraj itu adalah ketakutan atas murkanya Allah yang dibungkus dalam kenikmatan. Takut atas murka Allah adalah posisi tertingginya dari rasa takut yang diajarkan oleh agama.
Pesan dari hikmah:
- Agar selalu berhati-hati dengan pemberian Allah SWT, jangan sampai pemberian ini datang dari lajur istidraj melainkan dari lajur rahmah dan karunia Allah. Kita harus selalu bersyukur kepada Allah dan jangan sampai kufur.
- Agar kita takut kepada istidraj, yakni ketika Allah terus memberikan kenikmatan padahal kita terus berbuat kemaksiatan kepada Allah. Yang harus diupayakan adalah ketaatan kepada Allah
TANYA JAWAB
Ketika ada yang sakit dan bisa mengucapkan hamdalah, apakah ini karena level keimanan yag berbeda?
Ujian yang Allah berikan atas hamba-Nya ini bisa jadi merupakan jalan menuju satu kenikmatan. Bagi orang yang bisa melihat hal ini, maka ia mengucapkan hamdalah dengan lisan dan hatinya karena ini hakikatnya adalah pemberian dari Allah.
3 level syukur:
- Syukur atas perkara yang kita sukai
- Syukur atas perkara yang tidak kita sukai
- Syukur kepada Allah tanpa melihat pemberian-Nya
Apakah penggunaan ucapan “Alhamdulillah ala kulli hal” hanya untuk sesuatu yang tidak enak atau dalam semua kondisi baik senang maupun susah?
Ucapan ini sebenarnya adalah ucapan syukur pada seluruh keadaan, baik yang nyaman atau pun yang tidak nyaman.
Wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)
Kutipan:
https://www.mushaf.id/
No Comments
Leave a comment Cancel