1. Arsip Kuliah Umum Tematik (KTM)

KTM97. Catatan Akhir Materi Tafkir Islami

Kuliah Tafkir Islami – Kamis, 11 Rabiul Akhir 1445 H / 26 Oktober 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

CATATAN AKHIR MATERI TAFKIR ISLAMI
  1. Tafkir islami adalah satu materi khusus yang diambil dari berbagai literatur dalam Islam.
  2. Tafkir islami ini menekankan bagaimana kita berpikir atau mindset (pola pikir) dan bukan tentang hasil pikirannya.
  3. Dampak dari kesalahan-kesalahan di dalam pola pikir itu tidak terasa oleh pelakunya namun fatal.
  4. Dalam rangka menyambut hidayah, maka kita perlu terus mengejar ilmu agar pola berpikir kita selalu terbimbing.
  5. Pada akhirnya, pola berpikir ini dipengaruhi oleh banyak hal. Kita harus bisa membedakan yang mana yang prinsip dan yang mana yang bisa berbeda (fleksibel) menurut agama.
  6. Kita perlu terus mendengar masukan, terbuka dengan pikiran orang dan beragam disiplin ilmu selama kita kokoh dalam ilmu agama kita dengan tujuan untuk terus memperbaiki diri.

1. Tafkir islami adalah satu materi khusus yang diambil dari berbagai literatur dalam Islam yang dimulai dari al-Qur’an dan Sunnah,
yang kemudian dilanjutkan dengan bahasan ushul fiqih, ushul hadits atau ilmu tafsir, dan seterusnya. Tafkir Islami juga merujuk kepada studi tentang mindset yang berkembang belakangan dalam dunia SDM, misal strategic thinking dan mindset. Materi ini dulu dirumuskan oleh para ulama kita berupa ilmu mantik atau ilmu logika. Ketika materi di tafkir islami ini tidak bisa ditemukan di dalam buku-buku lain, maka hal ini akan bisa demikian karena rujukan yang banyak tadi. Materi tafkir islami merupakan racikan dari banyak rujukan tadi.

Ada hal yang sebenarnya sangat mendasar di dalam Islam yakni tafkir islami. Tafkir islami adalah corak atau karakter berpikir yang digunakan oleh para ulama terdahulu. Misal, karakter berpikir Imam Malik yang banyak menggunakan budaya masyarakat Madinah yang menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan.

2. Tafkir islami ini menekankan bagaimana kita berpikir atau mindset (pola pikir) dan bukan tentang hasil pikirannya.
Ketika ada sebagian masyarakat yang cenderung taat literatur atau sangat kontekstual, maka ini akan menjadi rentan jika cara memahaminya kurang tepat. Kita belajar mengenai cara berpikir atau pola berpikir. Contoh yang diajarkan adalah cara berpikir tentang bagaimana memandang harta dan kekuasaan.

Pemikiran islam (fikrah islamiyah) adalah hasil berpikir. Berbeda dengan tafkir islami, yang mempelajari cara berpikirnya.

Karena ini adalah cara berpikir, maka kita perlu betul-betul menyelisik cara berpikir kita karena seseorang akan bertindak sesuai dengan cara berpikirnya. Yang dikhawatirkan adalah ketika cara berpikir ini menghasilkan pikiran atau tindakan yang tidak produktif, maka inilah yang perlu dievaluasi. Mengevaluasi hasil berpikir itu cenderung lebih mudah ketimbang mengevaluasi cara berpikir.

Yang dihukumi (ditetapkan hukum atasnya) adalah hasil berpikir tadi. Pertanyaannya, bagaimana hasil berpikir tadi bisa terbentuk? Tentunya ini berdasarkan cara berpikirnya.

Contoh, ijtihad itu adalah hasil berpikir yang memang diberi ruang oleh agama dan ini bisa datang dari cara berpikir yang berbeda-beda. Selama perbedaan ini ada ruang di dalam agama, maka ini diperbolehkan.

Materi tafkir islami ini banyak menggunakan buku-buku baru yang berkembang di dunia SDM dan ini adalah hal yang luar biasa baik. Keadaan dan kehidupan yang kita alami (di Indonesia) setelah zaman penjajahan itu akan sangat berbeda dengan kehidupan di zaman para sahabat dahulu. Di lapangan, pilihan fakultas bagi mahasiswa itu juga menentukan perbedaan cara berpikirnya.

Disinilah diperlukan kerendahan hati untuk mengecek apakah cara berpikir kita masih sesuai dengan (ajaran) agama atau tidak. Ketika pola pikir tidak maksimal, maka hasil berpikir menjadi tidak optimal.

Di dalam tafkir Islami, kita perlu memastikan bahwa hal-hal baru yang kita hadapi sendiri (di dunia kita saat ini) bisa disikapi dengan benar sesuai (dengan ajaran agama).

3. Dampak dari kesalahan-kesalahan di dalam pola pikir itu tidak terasa oleh pelakunya namun fatal.
Ketika kita coba menelisik orang yang berpikir sesat, orang tersebut akan merasa bahwa apa yang dilakukannya itu benar. Disinilah hidayah itu menjadi sesuatu yang sangat penting. Ihdinassirathal mustakim.

Contoh, ketika seseorang menggunakan kacamata berlensa hijau, maka ia akan selalu melihat segala sesuatunya menjadi berwarna hijau sekalipun sebenarnya sebagian besar hal yang ia lihat bukanlah berwarna hijau.

Konsep liberalis berawal dari konsep terlalu memudahkan. Konsep terorisme berawal dari konsep yang terlalu berlebihan.

4. Dalam rangka menyambut hidayah, maka kita perlu terus mengejar ilmu agar pola berpikir kita selalu terbimbing.
Pola dalam ilmu agama sebenarnya mirip. Dari sekian ilmu yang ada itu bisa menjadi inspirasi untuk membentuk suatu pola. Ilmu syariat itu mengcover seluruh kehidupan. Yang diajarkan di dalam materi ini berupa dasar-dasar umum, silabus dan contoh-contoh.

5. Pada akhirnya, pola berpikir ini dipengaruhi oleh banyak hal. Kita bersikap longgar terhadap (perbedaan) yang bukan prinsipal, namun kita bersikap tegas terhadap yang sudah jelas aturannya.
Banyak hal ini terkadang tidak bisa disamakan. Untuk itu, semua hal harus kembali kepada agama. Kita perlu tahu tentang nash dan non-nash. Terhadap perkara yang Qath’i, kita harus tegas. Terhadap perkara yang Zhanni, kita bisa fleksibel atau longgar.

Qath’i adalah nash yang memiliki makna pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafaz bermakna tunggal dan tidak ditafsirkan dengan makna lain. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam teks-teks qath’i begitu tegas sehingga tidak multi-intepretatif. Zhanni adalah kebalikan dari ayat yang bersifat qath’i (definitif), ia terbuka bagi pemaknaan, penafsiran dan ijtihad. Biasanya, teks-teks zhanni ini membutuhkan teks di luar dirinya untuk menangkap maknanya. Aspek inilah yang selalu menjadi pemicu lahirnya perbedaan pandangan.(1)

Dengan demikian, semua orang akan berproses dalam memperbaiki diri dan semoga Allah membimbing kita. Disinilah orang-orang akan menjadi rendah hati. Kita diperintah oleh Allah untuk mengikuti hidayah-Nya, untuk taat kepada-Nya, dan dalam perjalanan kita ini akan selalu berada dalam keputusan dari cara berpikir kita.

Hal inilah yang terus menyertai orang-orang shaleh dalam menjalani hidupnya dalam berharap kepada rahmat Allah. Banyak perkara-perkara yang kita putuskan seperti dalam bab-bab muamalah yang bisa jadi tidak tepat menurut Allah. Kita perlu terus muhasabah dan memperbaiki diri.

6. Kita perlu terus mendengar masukan, terbuka dengan pikiran orang dan beragam disiplin ilmu selama kita kokoh dalam ilmu agama kita dengan tujuan untuk terus memperbaiki diri. Ketika kita menutup diri, maka itulah (awal) dari kejatuhan diri kita.

Urutan pendidikan:

  1. Akidah, keimanan dalam hati –> tauhid
  2. Sifat hati –> tazkiyatun nafs
  3. Pola berpikir –> tafkir islami
  4. Hasil berpikir –> fikrah islami
  5. Tindakan –> etika (akhlak), hukum (fiqih)

wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)

Kutipan:
(1) https://muhammadiyah.or.id/definisi-qathi-dan-zhanni-dalam-manhaj-tarjih-muhammadiyah/

Comments to: KTM97. Catatan Akhir Materi Tafkir Islami

Your email address will not be published. Required fields are marked *