1. Arsip Kuliah Umum Tematik (KTM)

KTM59. Berpikir Sesuai Karakter Islam (2)

Kuliah Tafkir Islami – Kamis, 23 Rabiul akhir 1444 H / 17 November 2022

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

BERPIKIR SESUAI KARAKTER ISLAM (BAGIAN 2)

Berpikir sesuai Karakter Islam:

  1. Rahmah
  2. Adil
  3. Ilmu
  4. Komprehensif

# Karakter ketiga: Islam adalah agama ilmu

Islam memberikan ruang yang sangat luas untuk proses ilmu. Proses berilmu adalah belajar. Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Ayat pertama, Iqra, adalah perintah untuk belajar. Ketika berbicara mengenai posisi ilmu, maka tidaklah sama orang yang berilmu atau yang tidak berilmu. Ketika berbicara mengenai fadhilah (keutamaan) ilmu, maka tidaklah sama bagi seseorang yang beribadah dengan ilmu dan seseorang yang beribadah tanpa dengan ilmu.

Kewajiban berpikir secara ilmiah
Cara berpikir seorang muslim haruslah ilmiah. Berpikir tidak ilmiah adalah berpikir dengan asumsi. Berpikir ilmiah adalah berpikir dengan data yang cukup, menggunakan prosedur yang baik dan dengan penyimpulan yang benar.

Ciri berpikir ilmiah:

  1. Berpikir dengan data yang cukup
  2. Berpikir dengan penarikan kesimpulan yang benar
  3. Menyampaikan hasil berpikir dengan cara yang ilmiah

1. Berpikir dengan data yang cukup
Di dalam agama, berpikir ilmiah berarti menggunakan dalil yang cukup, bukanlah dengan asumsi. Dengan demikian, seorang muslim tidak akan menyimpulkan sesuatu sampai mendapatkan dalil yang lengkap. Kalau berbicara satu hadits maka semua riwayat haruslah dikumpulkan untuk menyimpulkan satu hal agar dalil hukumnya cukup.

2. Berpikir dengan penarikan kesimpulan yang benar
Jika seseorang terbiasa berpikir ilmiah, maka ia tidak akan sanggup (menyimpulkan sesuatu) jika datanya tidak cukup. Islam itu mendorong setiap muslim untuk berpikir ilmiah.

Ketika data sudah cukup, maka penyimpulan harus benar. Ketika dalil shahihnya sudah cukup, maka penyimpulan bisa benar. Ilmu ushul fiqih diperlukan dalam hal ini, yakni ilmu untuk menarik kesimpulan dari ayat dan hadits. Tanpa ilmu ini, maka proses penetapan hukum menjadi rumit. Uniknya hukum islam itu misalkan adanya beberapa jenis larangan. Haram, makhruh, mubah, sunnah, wajib. Ketika seseorang salah menyimpulkan, maka apa-apa saja akan menjadi wajib. Ilmu ushul fiqih ini sudah lahir sejak para ulama salaf dari hasil belajar kepada guru-guru sebelumnya sampai dengan sahabat.

3. Penyampaian hasil berpikir dengan cara ilmiah

Metode dakwah:

  1. Disampaikan dengan cara merengkuh hati (mauidhoh hasanah)
  2. Disampaikan dengan penyampaian data-data ilmiah (mujadalah)

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿ ٢٥٦﴾

laa ikraaha fii alddiini qad tabayyana alrrusydu mina alghayyi faman yakfur bialththaaghuuti wayu/min biallaahi faqadi istamsaka bial’urwati alwutsqaa laa infishaama lahaa waallaahu samii’un ‘aliimun

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Al-Baqarah (2):256]

Ketika berbicara dengan data atau dalil syar’i, maka seorang muslim belajar dengan ushul fiqih yang merujuk kepada al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dlsb.

Dinamika terkini
Data pada saat ini sangatlah luas. Data mining. Ada data kualitatif dan ada data kuantitatif. Ada data primer dan ada data sekunder. Semakin banyak datanya, maka kesimpulan yang diambil akan semakin tepat. Islam sangat mendorong setiap muslim untuk berpikir menggunakan data. Data-data yang tersebar misal di media sosial bisa dimanfaatkan. Dengan menggunakan data-data yang ada, kita tidak terbiasa untuk berpikir yang tidak rasional dan tidak objektif.

Dasar Hukum Islam
Tidak semua dasar hukum dalam penetapan perkara itu menggunakan hadits saja. Ada juga dasar hukum lain yang merupakan turunan dari Qur’an dan Hadits yang juga diizinkan Nabi. Untuk menjadi benar, dasar hukum tidak hanya hadits. Tidak semua dasar hukum atas perkara itu terdapat dalam hadits Nabi.

# Karakter keempat: Islam adalah agama yang komprehensif

Karena Islam adalah agama yang komprehensif yang membahas banyak aspek kehidupan, maka karakter berpikir seorang muslim haruslah utuh dan tidak parsial. Seorang muslim memandang setiap masalah itu secara utuh.

Contoh, ketika suami istri berkonflik, maka proses penyelesaian masalahnya harus dengan melihat masalah secara utuh. Berpikir utuh adalah karakter berpikirnya seorang muslim dan ini adalah hal yang sangat menonjol. Muslim melihat masalah bukan hanya sisi dunia, namun juga sisi akhirat. Muslim melihat masalah bukan hanya dari sisi personal, namun juga sisi sosial.

Berpikir utuh ini seringkali disebut dengan berpikir holistik. Lawan dari berpikir utuh adalah berpikir parsial. Ketika seseorang berpikir parsial, maka penyelesaian masalah akan tidak menyeluruh. Misal, ketika seseorang sakit, maka penyelesaian parsial adalah dengan memberinya obat. Penyelesaian secara utuhnya adalah termasuk memperbaiki pola makannya.

Cara berpikir yang utuh:

  1. Memperhatikan semua sisi yang terkait
  2. Menempatkan semua sisi sesuai dengan proporsinya
  3. Melakukan analisa dari semua sisi
  4. Melakukan penyimpulan.

Seorang muslim itu berpikir menggunakan helicopter view untuk menemukan semua sisi. Ulama-ulama kita itu tidak bicara mengenai kompetensi spesialis. Misal, Imam Syafi’i yang menonjol di bidang fiqih-nya itu juga kuat di bidang yang lain. Para ulama memiliki jejak ilmu di banyak bidang keilmuan.

TANYA JAWAB

Bagaimana cara menyeimbangkan atas kewajiban untuk berpikir utuh dengan kebutuhan pengambilan keputusan secara cepat sehingga tidak menunda-nunda?

  1. Hal ini terkait dengan pembiasaan. Jika sudah terbiasa berpikir komprehensif, maka insya Allah tidak akan mengalami kendala dalam kecepatan. Melihat semua sisi itu tidak harus lama.
  2. Berpikir dan bertindak cepat itu harus dibiasakan. Untuk menjadi tepat itu tidak harus lama. Yang sering kali membuat lama itu adalah dalam proses analisa yang terlalu lama. Kita moderat dalam melakukan analisa, dan tidak overthinking.

Apakah batasan berpikir secara utuh di satu keadaan itu adalah merupakan hasil dari usaha maksimal yang bisa dilakukan seseorang sebatas kapasitas yang dimilikinya?

  • Komprehensif di satu masa bisa jadi tidak komprehensif di masa yang lain karena ada kemungkinan ada sisi-sisi yang sebelumnya luput dari analisa.
  • Orang berpikir itu tidak boleh hanya mengandalkan kemampuan otak. Bahkan, hasil musyawarah pun tidak boleh dijadikan sandaran terakhir. Kita masih tetap perlu menyandarkan kepada Allah dengan cara istikharah.

Di masa sekarang, fenomena pengambilan keputusan secara istan itu umum terjadi karena waktu yang disediakan kadang kala sangatlah pendek.
Jika berada dalam situasi demikian, maka :

  1. Perlu dilakukan proses adaptasi budaya. Jika tidak bisa dan tidak sesuai dengan karakter islam, maka tidak perlu dipaksakan.
  2. Jika sudah bisa beradaptasi, maka masing-masing pihak berusaha untuk mempercepat langkah namun tidak meninggalkan substansi. Misal, matang tidak harus sebulan.

Apakah diperbolehkan zakat kepada guru ngaji?
Ada pandangan bahwa guru mengaji itu dikiaskan untuk masuk di area sabilillah, sehingga diberi. Namun ada juga pandangan yang pengkiasan ini masih terlalu jauh dan belum tepat.

wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)

Kutipan:
https://www.mushaf.id/

Comments to: KTM59. Berpikir Sesuai Karakter Islam (2)

Your email address will not be published. Required fields are marked *