1. Arsip Kuliah Umum Tematik (KTM)

KTM32. Pengantar Ulumul Qur’an

Kuliah Umum Tematik MAQ FH – Sabtu, 23 Sya’ban 1443 H / 26 Maret 2022

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Pengantar Ulumul Qur’an

Apalah Ulumul Qur’an itu?

Para ulama mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang apa saja yang berkaitan dengan Ilmu Qur’an, pengantar untuk memahami Al-Qur’an, seperti ilmu akan turunnya Al-Qur’an, pengumpulan, qiroat, mu’jizatnya, tafsir, tajwid dan lain sebagainya. Jumlah Ilmu Al-Qur’an sangatlah banyak sehingga cakupannya luas sekali. Membaca Al-Qur’an perlu sesuai dengan Qiroat dan Hafidz. Cara membaca Al-Qur’an haruslah benar sesuai dengan Makhorjatul Huruf. Ada ilmu Asbabun nuzul yang digunakan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an.

Al-Qur’an didefenisikan sebagai Al-Kalamutullah yakni firman Allah yang menjadi bentuk ibadah di saat kita membacanya dan juga menjadi pahala saat dibaca.

Perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadits Qudsi

  1. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan sebagai kalamullah.
  2. Hadits Qudsi adalah hadits yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah.
  3. Al-Qur’an datang dari Allah sedangkan hadits Qudsi bisa datang dari Allah dan bisa datang dari Rasulullah.
  4. Al-Qur’an membaca mendapat pahala sedangkan Hadits Qudsi tidak mendapat pahala.
  5. Hadist qudsi dinisbatkan kepada Allah tidak masuk dalam Al-Qur’an sedangkan Hadits Nabi tidak dinisbatkan kepada Allah seperti Qola Rasulullah SAW.

Wahyu Allah sebagaimana disebutkan di surah Asy Syura ayat 51:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ يُّكَلِّمَهُ اللّٰهُ اِلَّا وَحۡيًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآىٴِ حِجَابٍ اَوۡ يُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَيُوۡحِىَ بِاِذۡنِهٖ مَا يَشَآءُ‌ؕ اِنَّهٗ عَلِىٌّ حَكِيۡمٌ

Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana.

Hikmah dari ayat tersebut:

  • Allah tanamkan firman nya kepada Nabi dengan cara yang Allah kehendaki.
  • Allah menyampaikan kalamnya langsung, tapi di belakang hijab.
  • Allah utus Rasulullah melalui malaikat jibril
  • Wahyu adalah perkara gaib yang diberikan kepada Rasulullah SAW.

Turunnya Al-Qur’an

  1. Al-Qur’an diturunkan pada malam lailatul qadar.
  2. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap melalui Malaikat Jibril kepada Rasulullah.
  3. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
    Allah berfirman: “Dalam bulan Ramadhan kami turunkan Al-Qur’an.” (QS Al-Baqarah 185). Dalam ayat pertama surat Qadar Ia juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Lailatul qadar”

Ayat pertama Al-Qur’an turun di malam Lailatul Qadar berikut 5 ayat lainnya yang turun secara bertahap. Al-Qur’an turun selama kurang lebih 23 tahun. Setiap ayat diturunkan menyesuaikan dengan problematika yang ada. Surah di dalam Al-Qur’an yang terakhir turun adalah surah An-Nashr. Ayat terakhir yang turun adalah Al Baqarah ayat 81. Ada pula surat panjang yang turun dalam sekali waktu yaitu surah Al An’am dan surah Al Kahfi.

Salah satu hikmah turunnya ayat Al-Qur’an secara bertahap disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

وَقَا لَ  الَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  لَوْلَا  نُزِّلَ  عَلَيْهِ  الْـقُرْاٰ نُ  جُمْلَةً  وَّا حِدَةً    ۛ   كَذٰلِكَ    ۛ   لِنُثَبِّتَ  بِهٖ  فُـؤَادَكَ  وَرَتَّلْنٰهُ  تَرْتِيْلًا

“Dan orang-orang kafir berkata, Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus? Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).” (QS. Al-Furqan 25: Ayat 32)

Maksud dari ayat:

  • Agar al-Qur’an ditancapkan di hati Rasulullah
  • Untuk mengiringi kejadian yang terjadi
  • Karena Allah ingin bertahap dalam menetapkan hukum sehingga bisa kokoh dalam beragama

Allah menjamin bahwa setiap orang bisa menghapalkan Al-Qur’an. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنَّا  نَحْنُ  نَزَّلْنَا  الذِّكْرَ  وَاِ نَّا  لَهٗ  لَحٰـفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr 15: Ayat 9)

Allah SWT melibatkan hamba-Nya di dalam penjagaan Al-Qur’an sehingga sejak zaman Rasulullah Al-Qur’an sudah terjaga lewat hapalan dan tulisan. Al-Qur’an adalah yang ditulis dalam satu mushaf. Selain dihapal dalam ingatan para sahabat, sejak awal Nabi Muhammad Saw telah memerintahkan untuk menuliskan al-Qur’an di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang unta dan sebagainya. Hal ini menegaskan bahwa secara historis al-Qur’an telah dijaga keasliannya bahkan setelah wahyu diterima Nabi Muhammad SAW. Setelah Nabi wafat, para sahabat bersepakat untuk mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam satu mushaf.

Bab Penjagaan Al-Qur’an pada Zaman Sahabat Rasulullah

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan bahwa mushaf Utsmani adalah mushaf dari ayat-ayat Allah SWT yang dikumpulkan kaum muslimin pada zaman khilafah atau pemerintahan sahabat Utsman bin Affan.

Pada masa kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan, wujud mushaf itu masih gundul, tidak berharakat atau tidak terdapat tanda baca. Untuk menghindari kesalahan membaca, seorang ahli bahasa yakni Abu Al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Dhu’ali merumuskan tanda harakat dan titik atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Dalam hal bacaan, orang yang mula-mula menaruh perhatian terhadap kemungkinan pertikaian yang terjadi di kalangan masyarakat Islam adalah Huzaifah bin Yaman. Keadaan tersebut kemudian disampaikan kepada Khalifah Utsman agar mendapatkan penyelesaian. Langkah awal yang dilakukan Khalifah Utsman adalah meminta kumpulan naskah Al-Qur’an yang disimpan Hafsah binti Umar yaitu kumpulan tulisan yang berserakan pada zaman pemerintahan Abu Bakar.

Khalifah Utsman kemudian membentuk suatu badan atau panitia yang diketuai oleh Zaid bin Sabit sedangkan anggotanya adalah Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Haris. Tugas yang harus dilaksanakan oleh tim tersebut adalah membukukan lembaran-lembaran yang lepas dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah buku yang disebut dengan mushaf.

Dalam pelaksanaannya, Khalifah Utsman menginstruksikan agar penyalinan tersebut harus berpedoman kepada bacaan mereka yang menghapalkan Al-Qur’an. Penulisan yang digunakan pada setiap mushaf yang disebarkan pun menggunakan satu model Rasm, yang selanjutnya disebut dengan Rasm Mushaf Utsmani agar umat Islam dapat membaca Al-Qur’an melalui satu bentuk tulisan yang sama.

Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda:

أقرأنى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيد ويزيدني حتى انتهى إلى سبعة أحرف

“Jibril membacakan kepadaku satu huruf (bacaan) al-Qur’an lalu saya mengikutinya. Tidak henti-hentinya saya memintanya mengulangi. Dan dia mengulanginya hingga sampai tujuh (macam) bacaan”. (HR. Bukhari).

Hadits ini adalah dalil bahwa Al-Qur’an memang diturunkan dengan tujuh macam qira’ah. Ketujuh macam qiraah tadi adalah shahih berdasar pengajaran Jibril kepada Rasulullah dan ketujuh macam qiraah tadi juga sudah disampaikan semuanya kepada sahabat.

Salah satu yang menarik yaitu bahwa Allah mudahkan kita dalam menghapal Al-Qur’an. Penghapal Al-Qur’an ditempatkan di tempat yang mulia. Siapa saja yang menghapal Al-Qur’an maka akan mendapat kemuliaan.

Hadits Riwayat muslim yang membicarakan tentang al-Qur’an diturunkan dalam tujuh bacaan:

صحيح البخاري – (ج 8 / ص 266) 2241 – حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ

“Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada saya, Malik telah menceritakan pada saya dari Ibn Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdur rahman bin Abdul Qari, dia berkata: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata: “saya mendengar Hisyam bin Hakim bin Hisyam membaca surat al-Furqan dengan bacaan selain yang telah saya baca, padahal Rasulullah saw telah nenbacakan pada saya. Hampir saja saya bertindak terhadap Hisyam. Kemudia saya menunda tindakan saya sampai ia pulang ke rumahnya. Kemudian saya menyeret lengan bajunya untuk mendatangi Rasulullah saw bersamanya. Saya berkata pada Rasulullha saw : bahwa saya mendengar orang ini membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Kemudian Nabi memerintahkan saya “lepaskan orang tersebut”. Kemudian Nabi berkata kepada Hisyam :”bacalah”. Hisyam pun membaca. Kemudian nabi bersabda: “sesungguhmya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah daripadanya”.

Hikmah Filosofi dari Al-Qur’an yaitu Iqro bismirabbika adalah bahwa ilmu itu diambil dari membaca, yaitu:

  • ilmu dibaca dengan huruf
  • Ilmu dibaca dengan alam semesta

Pesan pertama dari Iqro yaitu agar bisa membaca dan bisa menulis. Kita akan lebih piawai di saat bisa membaca dan bisa menulis.

Bab masalah 7 huruf ini sangat terkenal dan pada zaman Utsman bin affan hal ini menjadi perbedaan yang terdapat di surah Al Hujarat.

Al-Qur’an dibagi 2:

  • Ayat Al Makkiyah turun sebelum hijrah, berbicara tentang tauhid dan tentang ayat-ayat sebelumnya. Ada ayat-ayat yang berupa ayat sajdah.
  • Ayat Al Madaniyah yaitu ayat-ayat yang turun di Madinah, turun setelah hijrah, berbicara tentang hukum-hukum fiqih, tentang orang munafik dan tentang kitab.

# Asbabun Nuzul dan Asbabun Wurud

Asbabun Nuzul yaitu suatu kejadian yang menimpa Rasulullah dan sahabatnya sehingga ayat itu turun. Asbabun Nuzul digunakan untuk membantu memahami makna yang melatar belakangi turunnya ayat Al-Qur’an.

Hadits adalah Asbabun Wurud yaitu sebab datangnya sebuah hadits dan menjelaskan keadaan yang terjadi pada saat hadits itu disampaikan.

# Perbedaan Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud

  • Asbabun Nuzul adalah penyebab atau peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi diturunkannya ayat al-Qur’an kepada Rasulullah SAW.
  • Asbabul Wurud yaitu penyebab atau segala peristiwa yang melatarelakangi diungkapkannya hadits oleh Rasulullah SAW.
  • Asbabun Nuzul membicarakan penyebab turunnya ayat sedangkan Asbabul Wurud membahas penyebab terwujudnya hadits.

wallahu a’lam bishawab.
Notulensi ditulis oleh tim Formula Hati (UZ/AA).

Comments to: KTM32. Pengantar Ulumul Qur’an

Your email address will not be published. Required fields are marked *