Kuliah Al-Hikam – Selasa, 13 Safar 1445 H / 29 Agustus 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.
بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
# HIKMAH 48: TANDA HATI YANG MATI
- مِنْ عَلاماتِ مَوْتِ القَلْبِ عَدَمُ الحُزْنِ عَلَى ما فاتَكَ مِنَ المُوافَقاتِ. وتَرْكُ النَّدَمِ عَلَى ما فَعَلْتَهُ مِنْ وُجودِ الزَّلّاتِ.
Diantara tanda matinya hati adalah tidak ada perasaan sedih bila terlewatkan kesempatan beramal, dan tidak adanya penyesalan atas bermacam pelanggaran yang engkau telah lakukan.
Di antara tanda kematian hati adalah tidak adanya kesedihan atas apa yang terlewat dari hal-hal yang mencocoki syariat, dan tidak adanya penyesalan atas kesalahan yang dikerjakan.
Termasuk tanda matinya hati adalah tiadanya kesedihan atas hal-hal baik atau ketaatan-ketaatan yang tidak kau jalani dan tidak lagi menyesal atas kesalahan yang kau kerjakan.
Sesungguhnya tidak sedihnya engkau atas ketaatan-ketaatan yang mencocoki syariat yang tidak kau kerjakan dan engkau tidak lagi menyesal atas kesalahan yang engkau kerjakan yakni kemaksiatan-kemaksiatan yang engkau hadirkan, maka hal ini menjadi tanda kematian hati. Dari hal tersebut, maka sesungguhnya kebahagiaanmu dalam ketaatan dan kesedihanmu dalam kemaksiatan adalah suatu tanda hidupnya hati.
Barang siapa yang perbuatan baiknya membuat dia bahagia dan perbuatan buruknya membuat dia sedih, maka dia adalah mukmin. Perbuatan-perbuatan baik itu adalah tanda pada ridha-Nya Allah SWT, dan ridha-nya Allah itu berkonsekuensi atas hadirnya kebahagiaan. Perbuatan buruk itu tanda murkanya Allah, dan murka-Nya Allah itu berkonsekuensi atas hadirnya kesedihan.
Barang siapa yang Allah ridha kepadanya, maka Allah berikan taufik kepadanya untuk menjalankan amal-amal yang baik. Barang siapa yang Allah murkai, maka Allah akan biarkan ia di dalam kesesatan. Kita mohon taufik kepada Allah untuk bisa berjalan di jalan yang paling lurus.
Hikmah ini cocok dengan salah satu cabang iman yakni adanya tanda pada kematian hati. Sebaliknya, ada juga tanda pada hati yang masih hidup. Hati yang mati ada tanda-tandanya. Salah satu tandanya adalah tidak adanya kesedihan atas kebaikan-kebaikan yang terlewatkan dan tidak adanya penyesalan atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat.
Istilah terkait dengan hati yang buruk:
- Hati yang keras
- Hati yang sakit
- Hati yang buta
- Hati yang mati
Kalau ada perbuatan baik yang dapat dikerjakan dan hal ini membahagiakan, dan kalau ada kemaksiatan yang dikerjakan dan hal ini mendatangkan penyesalan, maka hal ini tanda bahwa hatinya hidup.
Orang yang berbuat baik itu berarti tanda Allah ridha. Kalau Allah ridha pada seorang hamba, maka Allah akan dorong dia untuk mengerjakan amal-amal ibadah. Kalau Allah murka pada seorang hamba, maka Allah akan biarkan dia di dalam kemaksiatan-kemaksiatan.
Secara umum, beragama itu melibatkan rasa dalam menjalankannya. Kalau kita bisa bahagia dalam menjalankan agama ini, maka ini adalah pertanda baik. Bisa shalat, kita bahagia. Bisa taat, kita bahagia. Bisa mengurus anak dengan baik, kita bahagia. Bekerja dengan benar, kita bahagia. Bisa bermuamalah dengan benar, kita bahagia. Beragama dengan benar itu harus bisa dinikmati.
Kita berislam dengan ridha. Ridha itu senang dan cinta sepenuh hati. Kalau kita menjalankan dengan ridha, maka kita menjadi bahagia.
Dampak kalau kita ridha dalam beragama:
- Kita akan beragama dengan maksimal
- Kita akan beragama dengan tekun dan istiqamah
- Kita akan beragama dengan tanpa beban
Ini semua adalah tanda kalau hati kita masih hidup.
Pintu utama untuk menghidupkan hati:
Ilmu, dzikir dan ibadah.
Pintu utama untuk mematikan hati:
Kebodohan, jarang berdzikir dan kemaksiatan.
TANYA JAWAB
Apakah kalau tidak mudah menangis ketika berdoa itu berarti tanda hati mati?
Secara umum, kebiasaan orang-orang shaleh adalah mudah terenyuh atas kebaikan dan mudah terenyuh ketika memohon kepada Allah. Disunnahkan ketika berdoa untuk menangis atau berpura-pura menangis. Namun, bisa jadi ada sebagian orang yang tidak memiliki kondisi emosi atau perasaan seperti itu. Baginya, apabila ia sudah taat kepada Allah dan jauh dari kemaksiatan, maka hal tadi semoga tidak menjadi tanda hatinya menjadi keras. Titik kritisnya ada di ketaatan dan di kemaksiatan.
Bagaimana dengan orang yang melakukan ibadah wajib dan sunnah namun masih melakukan maksiat, apakah ibadahnya sia-sia?
InsyaAllah ibadahnya tidak sia-sia. Tetapi ketika masih terjadi ketaatan dan kemaksiatan, maka posisi nafsunya masih tinggi sehingga hatinya belum terlalu sehat.
# HIKMAH 49: DOSA DAN PRASANGKA KEPADA ALLAH
- لا يَعْظُمِ الذَنْبُ عِنْدَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ باللهِ تَعالى، فإنَّ مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ اسْتَصْغَرَ في جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبَهُ.
Janganlah suatu dosa terlihat begitu besar bagimu, hingga merintangimu dari berprasangka baik kepada Allah. sesungguhnya siapa yang mengenal Rabbnya pasti akan menganggap dosanya tidak seberapa dibandingkan dengan kemurahan-Nya.
Tidaklah dosa itu membesar di depanmu sampai menjadi sangat besar yang bisa menghalangimu dari husnudzon kepada Allah SWT. Barang siapa yang mengenali Rabb-nya, maka dia merasa kecil di sisi kemurahan-Nya atas dosanya.
Dalam konteks ini, bentuk husnudzon kepada Allah itu adalah dengan mempercayai bahwa Allah itu Maha Pengampun dan Maha Rahman. Seseorang yang mampu melihat hal ini, maka dia akan merasa bahwa dosanya itu sangatlah kecil dibandingkan dengan kemurahan Allah.
Menyesal atas maksiat itu merupakan tanda hidupnya hati. Yang dimaksudkan dengan penyesalan itu adalah penyesalan yang tidak sampai membawa keputusasaan atas rahmat Allah. Yang dituntut syariat adalah bahwa kita menjadi seorang hamba yang sangat takut namun tidak sampai putus asa. Kita sangat takut namun tetap berharap atas adanya rahmat Allah. Kita berharap agar Allah menerima amal kita.
Barangsiapa yang mengenal Allah, yang mengetahui kelembutan-Nya dan mengetahui banyaknya karunia-Nya, maka dia akan menganggap bahwa dosanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemurahan Allah SWT. Namun, hal ini tidak membuat seseorang itu menjadi bertindak sembarangan atau seenaknya.
Allah-lah yang mengurus kita dan menciptakan kita. Yang diinginkan syariat adalah kita menjadi orang yang sangat takut kepada Allah yakni takut dosanya tidak diampuni dan mendapat azab dari Allah, namun di sisi lain kita tetap berharap kepada Allah bahwa dosa-dosa kita akan diampuni Allah SWT.
Memahami hikmah ke-48 dan ke-49 itu perlu banyak latihan. Ketakutan dan berharap itu perlu seimbang. Di masyarakat kita, keadaannya lebih banyak berharap ketimbang rasa takut. Dalam kondisi ini, yang terjadi adalah munculnya amal perbuatan yang bisa jadi melewati batas dan terjadi pelanggaran. Sekecil apapun suatu dosa, maka hal itu tetaplah dosa. Kita harus tahu bahwa kita melakukan pelanggaran kepada Allah.
4 kegiatan yang perlu dilakukan untuk menjadi pintu kebaikan:
- Taubat
- Dzikir tahlil
- Shalawat
- Tilawah al-Qur’an
TANYA JAWAB
Bagaimana untuk menyeimbangkan antara ketakutan dan berharap kepada Allah?
Kalau menganggap enteng suatu dosa, maka ini tanda kematian hati. Cara mengangkatnya kembali adalah dengan banyak membaca ayat-ayat atau hadits tentang azab-nya Allah agar rasa takutnya menguat kembali. Sebaliknya ketika kita sudah sangat ketakutan atas azabnya Allah, maka cara untuk menyeimbangkannya adalah dengan membaca ayat-ayat atau hadits terkait dengan rahmat dan ampunan Allah.
Wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)
No Comments
Leave a comment Cancel