1. Arsip Kuliah Al-Hikam (KAH)

KAH43. Kitab Al-Hikam Hikmah ke-43 – Hati-Hati Memilih Sahabat

Kuliah Al-Hikam – Selasa, 21 Muharram 1445 H / 8 Agustus 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.

بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

# AL-HIKAM, HIKMAH KE-43 – HATI-HATI MEMILIH SAHABAT
  1. لا تَصْحَبْ مَنْ لا يُنْهِضُكَ حالُهُ وَلا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقالُهُ.
    Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan semangatmu, dan pembicaraannya tidak membimbing ke jalan Allah

Hikmah ini adalah salah satu hikmah yang relatif unik karena Ibnu Atha’illah berbicara hal yang sehari-hari. Hikmah sebelumnya berbicara mengenai kadar ikhlas yang tidak memberikan tempat kepada kita untuk beramal jika bukan karena Allah.

Hikah ke 43 ini berbicara mengenai tentang persahabatan. Hal ini menjadi sangat penting karena faktanya orang itu sangat dipengaruhi dan mempengaruhi sahabatnya. Hukum saling mempengaruhi itu berlaku disini.

Janganlah pernah mengajak bergaul orang yang perbuatan atau sikapnya tidak membangkitkan semangat kita kepada kebaikan dan pernyataan atau pembicaraannya tidak mengantarkan kita kepada Allah.

Ada sejumlah orang yang perilakunya membangkitkan kita kepada kebaikan. Ada sejumlah orang yang memiliki kedalaman ilmu yang dengan keberadaannya itu kita menjadi tenang dan baik. Yang perlu disahabati adalah orang yang perilakunya benar-benar bisa membangkitkan kita dan bukan terhadap pernyataannya atau ucapannya semata.

Yang tidak boleh dijadikan sahabat adalah mereka yang tidak dapat membangkitkan kita ke dalam kebaikan dan yang tidak dapat melembutkan hati kita karena saking tidak tingginya cita-citanya. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita untuk meraih keridhaan Allah. Jika tidak demikian, maka cita-cita seseorang disebut sebagai cita-cita yang rendah, misal hanya untuk mengejar uang. Kalau ada uang ia pelit, kalau tidak ada uang ia berkeluh kesah.

Ada kondisi seseorang yang tidak menggambarkan adanya cita-cita yang tinggi dan membuat kita terserap disana. Tabiat seseorang itu memancar. Ketika kita sudah selesai dengan diri kita, maka kita hanya bergaul dengan orang-orang yang bercita-cita tinggi.

Seseorang yang perkataannya tidak mengarah kepada Allah itu janganlah dijadikan sahabat. Sebaliknya, seseorang yang perkataannya mengarahkan kepada Allah itulah yang kita jadikan sahabat. Bersahabat dengan orang-orang pilihan adalah hal yang besar. Bersahabat dengan orang-orang yang buruk itu banyak mendatangkan celaan dan jatuh dari derajat yang sangat tinggi.

Pesan dari hikmah ke-43:

  1. Sahabatilah orang yang keadaannya membangkitkanmu kepada Allah dan pernyataannya menunjukkanmu kepada Allah. Sebaliknya, orang yang tidak dapat membangkitkanmu kepada Allah dan pernyataannya tidak menunjukkanmu kepada Allah maka janganlah dijadikan sahabat.
  2. Persahabatan itu adalah kesamaan jiwa sebelum kesamaan badan dan fisik. Kalau kita ingin bersahabat dengan orang terpilih seperti ini, maka kita harus bisa menaikkan kualitas jiwa dan memantapkan kelas spiritual.
  3. Kita harus memperbaiki kebiasaan. Kebiasaan kita itu akan sama dengan kebiasaan sahabat, dan begitupun sebaliknya. Kita perlu memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang baik yang bisa cocok dengan kebiasaan orang-orang pilihan tadi.

Kalau Allah memberikan kita uluwwul himmah (semangat yang tinggi), maka ini adalah satu kebaikan yang luar biasa. Manaklukkan dunia untuk memperbaiki akhirat adalah strategi dan bukanlah visi. Dunia digunakan untuk memperbaiki agama kita. Konsep ini adalah konsep yang menggunakan dunianya untuk mencapai mahabbah Allah. Kalau ingin dicintai oleh Allah, kita berbuat apa saja yang Allah suka semata agar Allah bisa ridha.

  1. Terkait bab dzikir, kita menjadikan sahabat bagi mereka yang sudah kuat berdzikir. Tidak ada orang yang kuat dzikirnya selain orang-orang yang sudah kuat berdzikir dengan hatinya. Berdzikir dengan hati adalah menjalankan apa saja untuk murokobah kepada Allah. Jangan terkesima dengan keadaan-keadaan di dunia ini, namun perhatikan dan langsung ingatlah kepada siapa yang menciptakan keadaan-keadaan tersebut. Yang tidur bisa jadi mata badan, tapi mata hati tidaklah tidur.

Sekalipun kita beribadah selama 24 jam penuh, ini tetap belumlah cukup untuk mengimbangi rahmatnya Allah. Untuk itu, kita terus berusaha untuk mencari ridhanya Allah.

Beberapa level hubungan pertemanan:

  1. Persahabatan (as-sahabah); merupakan level yang paling tinggi, sudah sehati dan seperti pinang dibelah dua, main circle. Contohnya seperti Rasul dan Abu Bakar.
  2. Pertemanan dekat (as-shadaqah); yakni orang yang jujur dalam berteman, ia dekat namun masih dibawah level yang pertama.
  3. Pertemanan (ar-rifqah); misal teman biasa, teman seperjalanan, kenalan. Orang-orang ini ditemani ala kadarnya.

Pesan ini perlu dijalankan dengan sangat baik sebagai tahapan di dalam hidup. Jika sudah demikian, bisa jadi konsekuensinya kita akan memiliki circle yang terbatas yang bisa jadi akan tampak ekslusif. Disinilah perlu kebijaksanaan untuk memahami perilaku-perilaku.

Pesan dalam bergaul:

  1. Bersahabatlah dengan orang-orang yang terbaik namun bergaullah seluas-luasnya yang tidak sampai mengancam agama kita. Perkokohlah agama kita sehingga dapat bergaul secara luas. Jika tidak kokoh, maka pilih-pilihlah teman bergaul. Kita bercampur tapi tetap berbeda.
  2. Bagi yang masih muda, kita memiliki 2 pilihan. Berteman dengan pergaulan yang terbatas agar agama bisa tetap terjaga, atau memiliki karakter yang kuat sehingga dapat bergaul secara luas dan bisa mempengaruhi dalam kebaikan.
  3. Bagi yang sudah mampu berdakwah, ia akan tetap mampu berdakwah kepada siapa saja namun tetap memilih sahabat terbatas yang terbaik.

Wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)

Comments to: KAH43. Kitab Al-Hikam Hikmah ke-43 – Hati-Hati Memilih Sahabat

Your email address will not be published. Required fields are marked *