Kuliah Al-Hikam – Selasa, 9 Dzulqa’dah 1444 H / 30 Mei 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.
بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Kita perlu memahami adanya perbedaan antara kekuatan hati (ruhani/ruhiyah) dengan metode untuk mendapatkannya. Ibadah dan dzikir itu cara untuk membersihkan hati sedangkan kebersihan hati itu adalah hadirnya sifat-sifat baik seperti syukur dan sabar.
Seseorang yang rajin ibadah, hatinya bisa jadi sudah baik dan bisa jadi masih buruk. Apabila ibadahnya baik, maka ibadahnya bisa mengantarkan dirinya kepada situasi hati yang baik. Meskipun ketika seseorang sudah melaksanakan banyak amal, belum tentu kualitas hatinya sudah baik.
# Cara supaya kualitas hati menjadi baik:
- Perlu adanya kualitas amal.
- Perlu dipandu oleh syariat. Perlu memahami dan perlu dipahamkan.
# AL-HIKAM, HIKMAH KE-33
- الحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجوبٍ، وإنَّما المَحْجوبُ أَنْتَ عَنِ النَّظَرِ إلَيْهِ. إذْ لَوْ حَجَبَهُ شَيءٌ لَسَتَرَهُ ما حَجَبَهُ، وَلَوْ كانَ لَهُ ساتِرٌ لَكانَ لِوُجودِهِ حاصِراً، وَكُلُّ حاصِرٍ لِشَيءٍ فَهَوَ لَهُ قاهِرٌ، (وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ(
Al-Hak (Allah) tidak terhijab, tapi engkaulah yang terhalang dari melihat-Nya. Sekiranya Allah terhijab oleh sesuatu, maka sesuatu itu berarti telah menutupi-Ny. Dan bila ada tutup bagi-Nya, maka tentu wujud-Nya akan terkurung oleh sesuatu tersebut. Dan sesuatu yang mengurung tentu menguasai yang dikurung, padahal Allah Mahakuasa atas semua hamba-Nya.
Allah tidak tertutup atau terhijab karena hijab itu tidak pantas menjadi sifatnya Allah yang Maha Benar. Mustahil bagi Allah untuk ditutupi sesuatu. Allah yang Maha Perkasa atas semua hal. Sesungguhnya yang tertutupi adalah kita (makhluk). Ketika ada yang menghijab Allah, berarti ada yang menutupi Allah. Kalau ada yang menutupi Allah, berarti ada yang mengepung atau melingkupi Allah. Jika ada yang demikian, maka ia adalah yang paling perkasa. Padahal, Allah-lah yang Maha Perkasa. Dengan demikian, tiada yang bisa menutupi Allah. Allah itu suci dari masa dan tempat.
Allah SWT itu tidak terhijab. Kitalah yang dihijab. Allah tegaskan dalam konteks yang berbeda, “Allah menyertai kalian dimanapun kalian berada.” Sesungguhnya, tiada hijab bagi Allah. Kitalah yang terhijab. Hamba Allah itu terhijab dengan sifat-sifat dirinya yang belum siap melihat Allah. Kalau engkau ingin sampai, maka carilah kesalahanmu sampai hilang darimu dan engkau akan bisa melihat Allah dengan mata hati (musyahadah). Inilah maqam ihsan, yakni engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak bisa demikian maka yakinlah bahwa Allah melihatmu.
Dasar yang sangat kuat diberikan oleh syekh Ibnu Ataillah dalam menjelaskan bahwa Allah itu tidak mungkin terhijab. Maqam ini disebut maqam musyahadah. Apa saja sesuatu yang dilihat, seseorang akan langsung mengingat Allah. Carilah penyakit hatimu dan perbaikilah. Semoga Allah sampaikan ke dalam maqam ini.
Kita perlu memahami tentang hijab apa saja yang membuat mata hati kita tidak bisa musyahadah (menyaksikan Allah dengan mata hati) atau tidak bisa ihsan. Bukan melihat dengan mata kepala, namun dengan mata hati. Inilah maqam ihsan.
Kalau kita sudah bisa sampai kepada maqam musyahadah, maka kita akan selalu bisa melihat sesuatu seakan-akan bisa melihat Allah. Ini adalah hal yang sangat tinggi sekali. Carilah penyakit jiwamu dan obatilah. Apakah masih ada riya, ujub, sombong, goflah dan penyakit lainnya. Sudahkah ada syukur, sabar, ikhlas, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan sifat-sifat baik lainnya. Kalau terus kita jalani, semoga Allah sampaikan kita kepada maqam ihsan ini.
Poin-poin penting mengenai hijab:
- Hijab adalah yang membuat mata hati kita tidak bisa musyahadah atau ihsan. Hati sudah tidak boleh lagi berpaling dari Allah. Jika ketika kita sedang menghadap Allah saja masih berpaling, bagaimana jika sedang tidak menghadap Allah? Ketika sedang berdzikir saja masih tidak menghadap Allah, bagaimana ketika sedang tidak berdzikir?
- Titik penting di level kita adalah bagaimana mengetahui hal-hal buruk yang masih melekat di hati, yakni mengenali penyakit-penyakit hati. Kita perlu memperbaiki diri dan mengenali hati. Untuk lebih memahami hal ini, kita perlu kembali mengulang materi tazkiyatun nafs mengenai penyakit hati.
Ibnu Athailah adalah seorang alim ulama yang sudah sampai di maqam yang tinggi dan kemudian membagikan hikmah-hikmah yang didapatkannya. Ketika kita sudah memahami ilmunya, maka hikmah-hikmah yang disampaikan tadi akan bisa lebih diyakini maknanya.
Titik kritisnya: kita harus bisa mencapai maqam ihsan
Cara untuk mencapai maqam ihsan:
- Mengetahui penyakit hati
- Terus melakukan tazkiyatun nafs dengan bertaubat setiap saat
- Terus mendukungnya dengan menjaga hati, yakni melakukan ibadah-ibadah dan dzikir
Kita berusaha memperbaiki dengan taubat, ilmu dan amalan-amalan
TANYA JAWAB
1. Bagaimana cara menjaga agar setiap amal perbuatan kita membawa kebaikan?
kebaikan itu adalah karunia dari Allah. Agar amal perbuatan bisa membawa kebaikan:
- Perlu menjaga niat agar jangan sampai berpaling
- Prosesnya perlu baik, yakni tata caranya benar. Misal, shadaqah dari rizki yang halal.
- Perlu istiqamah
2. Bagaimana urutan mempelajari tazkiyatun nafs?
Dalam proses keilmuan, sebaiknya belajarnya tidak lompat-lompat agar tidak tergagap-gagap. Beberapa hikam itu bisa dipahami ketika proses pemahaman di tazkiyatun nafs sudah selesai. Hikmah adalah mutiara-mutiara yang berserakan. Kalau kita belum tuntas mempelajari tazkiyatun nafs, kita akan sulit memahami hikam.
Urutan mempelajari tazkiyatun nafs:
- 9 maqam yang wajib
- 111 maqam kesempurnaan
- kisah para aulia (wali), untuk menginspirasi kita menjalani maqam sehari-hari
- Al hikam
3. Apakah hubungan antara kajian tazkiyatun nafs, kajian akhlak dan kajian cabang iman?
Keyakinan –> sifat –> akhlak.
Keyakinan itu berada di paling dasar –> iman –> kajian tauhid & cabang iman (#1-9, iman kpd Allah s/d iman kpd hari akhir)
Sifat itu berada di hati –> akhlak batin –> kajian tazkiyatun nafs
Akhlak itu berada di luar –> akhlak luar –> kajian akhlak & adab & kajian ibadah-ibadah
Dari ketiganya akan melahirkan hubungan sosial.
Wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)
No Comments
Leave a comment Cancel