1. Arsip Kajian Akhlak dan Adab (KAA)

KAA58. Akhlak Menjaga Lisan

Kajian Akhlak dan Adab – Rabu, 14 Jumadil Akhir 1444 H / 4 Januari 2023

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

# Sejenak Bersama Al-Qur’an: Surat Yusuf (12): 102-103

Ayat 102:
Allah mewahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kisah Nabi Yusuf dan keluarganya tentang tipu daya dalam keluarga, tentang mimpi yang menjadi nyata, tentang bertahan dalam ujian, tentang konflik asmara, tentang kekuasaan, dsb. Selama berpegang teguh kepada Allah, akhirnya kebahagiaanlah yang didapat.

Ayat 103:
a) Allah tegaskan bahwa manusia lebih banyak yang tidak beriman daripada yang beriman.
b) Oleh sebab itu betapa patut bersyukur Allah masukkan kita dalam golongan yang beriman, ketika Allah takdirkan sebagian besar manusia itu tidak beriman. Perbaiki syukur kita kepada Allah dan terus menyempurnakan Iman Islam kita.

AKHLAK MENJAGA LISAN

Menjaga lisan adalah akhlak yang harus diperjuangkan karena perannya demikian besar. Dengan sebab lisan seseorang bisa masuk surga atau masuk neraka. Lisan, jika tidak dikelola dengan sangat baik, bisa menjadi sumber petaka. Maka lahir ungkapan “mulutmu harimaumu”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah orang terjerembab di neraka kecuali karena ulah lisannya.” Orang murtad gara² lisan, orang jadi munafik gara² lisan. Sebaliknya, orang jadi mukmin juga gara² lisan, seorang hamba jadi dekat ke Allah gara² lisan (dzikir). Memiliki hubungan baik dengan sesama juga gara² lisan.

Peran lisan ini memang luar biasa. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan dengan tegas, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkata baik atau diam.” [HR Bukhari No. 6475 dan Muslim No. 47. Lafadz hadits ini milik Bukhari]

Pilihannya hanya satu, berkata baik atau diam. Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa aslinya lisan itu diam, baru berkata-kata kalau baik. Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan. Dalam kesehariannya beliau cenderung diam.

Menjaga lisan ini tidaklah sekedar kegiataan tetapi ia harus menjadi sebuah karakter. Menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan, dipertahankan. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya dan di antara kedua kakinya, maka aku akan menjamin baginya surga.” [HR Bukhari No. 6474]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menjaga lisan dan kemaluan itu adalah jalan menuju surga atau jalan menuju neraka.

Dari penuturan di atas dapat dirangkum:
1) menjaga lisan sangat penting karena menjadi jalan ke surga atau jalan ke neraka.
2) dalam pergaulan sesama manusia, hubungan menjadi baik atau buruk salah satunya dipengaruhi oleh lisan.
3) turunan dari poin pertama, banyak didapati ibadah² itu bersumber dari lisan dan banyak didapati keburukan² itu sumbernya dari lisan, oleh karena itu kalau kita jaga maka berarti kita akan mendapatkan kesempatan meraih kebaikan dari lisan dan terhindar keburukan sebab lisan.

Orang yang rajin berdzikir kepada Allah akan mendapatkan tempat tertinggi disisi-Nya dan dzikir itu ibadah lisan. Orang yang jujur kelak bersama dengan orang² yang jujur di akhirat dan jujur itu perilaku lisan. Dakwah, sholat, haji semua pakai lisan.

Demikian juga ketika lisan tidak terjaga walau satu kata, maka itu bisa membahayakan agamanya, membahayakan hubungan dengan keluarganya, dengan sesamanya, dan puncaknya adalah membahayakan hubungannya dengan Allah.

Dalam situasi kita saat ini, menjaga lisan mencakup di dalamnya menjaga tulisan. Karena komunikasi hari ini tidak lagi menggunakan lisan, tapi juga komunikasi non verbal seperti whatsApp, Twitter, FB, Instagram, dll. Pastikan ketika men-share, men-tweet, berkomentar, menulis opini, dllnya dengan sangat hati². Ingatlah tulisanmu merupakan harimaumu. Tulisanmu bisa membawamu ke surga atau neraka. Bisa membawa hubungan baik atau buruk kepada sesama. Bisa memproduk amal kebaikan atau keburukan.
Poinnya adalah menjaga betul lisan dan tulisan ini hanya untuk dijalan kebaikan. Dan ‘menjaga’ ini, levelnya harus menjadi akhlak (karakter) bukan sekedar kegiatan atau perilaku sehari dua hari saja.

Ciri² orang yang terjaga lisannya:
1) Ketika marah keluar kata baik atau buruk.
Orang boleh berkata “kan saya lagi dalam amarah”, justru itu, orang yang terjaga lisannya ketika marah sekalipun tetap mampu menjaga lisannya.

2) Tampak ketika bercanda atau melontarkan humor.
Orang yang terjaga lisan ketika melontarkan humor, humornya tetap baik. Saat ini kita dipertontonkan dimana ada orang melucu dengan konten agama itu dianggap bagus, semua tertawa. Padahal dapat disebut orang demikian memiliki budaya rendah/murahan. Humor itu sendiri ada tiga level: rendah, sedang, tinggi. Dan masing² budaya -itu tertawa dilevelnya. Humor rendah itu yang penuh cacian, hinaan, dll, ini level yang bahaya. Humor sedang itu tidak ada konten buruknya hanya kurang greget/tidak ada hikmahnya. Sementara humor level tinggi adalah humor yang penuh hikmah.

3) Waktu kaget, yang keluar kata-kata apa?

4) Kalau situasi tidak terkendali baik ketika sedih takut senang yang berlebihan, yang keluar kata-kata apa?

Proses² yang harus ditekuni agar menjaga lisan menjadi sebuah akhlak:
1) Memperbanyak dzikrullah. Orang yang sibuk berdzikir maka ia tidak berkesempatan banyak bicara dan sekalinya bicara yang keluar adalah kata baik.
2) Penuhi kosa kata baik di otak (proses ilmu), caranya bacalah cerita baik, mendengar pembicaraan baik, diulang-ulang terus hingga melekat.
3) Mulai melatih bicara yang pas, simple atau melatih sedikit bicara.

Ada akhlak yang termasuk di dalam bab menjaga lisan ini yaitu pada poin berkata baik. Telah disampaikan diatas bahwa menjaga lisan adalah berkata baik atau diam.

Unsur-unsur berkata baik:

  1. kalimatnya baik → tidak mengandung unsur penghinaan kemaksiatan kesalahan kebohongan;
  2. intonasinya baik (volume) → ada kata baik tapi diucapkan dengan nada tinggi bisa memberi makna yang lain bahkan bisa menyakiti, ada bicara baik tapi diucapkan dengan _nge-gass_ jadi diterimanya buruk; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam volume suaranya sedang atau bahkan rendah, di pasar sekalipun volume suara beliau sedang;
  3. intonasinya sedang (ritme lambat/cepat), bicara tidak seperti orang cerewet;
  4. gesture tubuh → mata, mimik wajah, mulut dan lainnya harus juga dijaga.

Poin pertama itu yang paling penting. Poin kedua lihat situasi kondisi (adaptasi). Poin ketiga dan keempat itu pilihan.

wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (WW/AA)

Comments to: KAA58. Akhlak Menjaga Lisan

Your email address will not be published. Required fields are marked *