1. Arsip Kajian Akhlak dan Adab (KAA)

KAA82. Bahaya Suka Mengeluh

Kajian Akhlak dan Adab – Rabu, 21 Safar 1445 H / 6 September 2023

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

# Sejenak Bersama Al-Qur’an: Surat Qaf: 15-16

Ayat 15
أَفَعَيِينَا بِٱلْخَلْقِ ٱلْأَوَّلِ ۚ بَلْ هُمْ فِى لَبْسٍ مِّنْ خَلْقٍ جَدِيدٍ

Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.

Tadabbur ayat:

  1. Hari kebangkitan / kehidupan manusia setelah kematian terlalu mudah untuk dipahami karena ketika Allah dapat menciptakan yang pertama maka terlalu mudah juga bagi Allah untuk menciptakannya kembali dari yang sudah pernah ada. Bukankah mengadakan dari yang tidak ada itu jauh lebih berat dari pada mengadakan dari yang sudah pernah ada?
  2. Tetapi ternyata orang kafir ragu akan penciptaan yang baru (penciptaan di waktu kebangkitan).
  3. Tentang hari kebangkitan ini memang termasuk tema utama dalam agama Islam. Menjadi titik kritis: orang dapat beriman atau tidak beriman. Orang beriman percaya dan yakin akan adanya hari kebangkitan sedangkan orang tidak beriman, mereka tidak sanggup untuk mempercayainya.

Ayat 16
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,

Tadabbur ayat:

  1. Allah yang menciptakan manusia dan mengetahui apa yang ada di hati manusia.
  2. Allah sangat dekat dengan hamba-Nya bahkan lebih dekat dari urat leher, Allah mengetahui gerak gerik, Allah mengetahui apa yang terjadi. Oleh karena itu tidaklah pantas manusia menjauh dari Allah apalagi sampai mengingkari dan menentang perintah-Nya.

BAHAYA SUKA MENGELUH

Salah satu sifat buruk yang dicela oleh agama Islam adalah al-jaza’ atau mengeluh. Kalau bukan karena bimbingan agama, manusia berpotensi besar memiliki sifat buruk ini.

Jaza’ adalah menyampaikan / mengekspresikan hal-hal yang buruk kepada orang lain tanpa maksud mencari solusi. Kebalikannya, jika menyampaikan hal buruk dalam rangka mencari solusi maka itu tidak termasuk jaza’. Meskipun ada di dalam koridor mencari solusi, tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan yakni hanya menyampaikan hal-hal yang utama saja, selebihnya tidak boleh disampaikan.

Kepada siapa orang mukmin itu mengeluh? Tentunya yang terbaik adalah kepada Allah.

Pada dasarnya orang mukmin itu tidak boleh mengeluh. Bahkan kepada Allah. Karena sejatinya ketika kita berbicara kepada Allah itu adalah doa serta disertai menyampaikan masalah yang dihadapi. Salah satu contoh bentuk doa dan sekaligus mengangkat persoalan kepada Allah adalah seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di Thaif:

“Allahumma Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”

Contoh lain yang lebih bersifat global, adalah doa Nabi Ayyub ‘alaihi sallam:

۞ وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”.

Selama kaitannya memohon kepada Allah maka tidak masuk kategori mengeluh. Karena bentuknya adalah doa.

Qur’an bicara tentang sifat jaza’ di dalam surat Al-Ma’arij ayat 19-22:

اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ .
Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًاۙ .
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
وَّاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًاۙ .
dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,
اِلَّا الْمُصَلِّيْنَۙ .
kecuali orang-orang yang melaksanakan salat,

Imam As-Sa’di mengatakan (tentang ayat-ayat diatas) bahwa orang itu suka mengeluh kalau ditimpa kefakiran, sakit, ditinggal pergi oleh orang yang dicintai, kehilangan barang berharga, dan orang itu memilih untuk tidak bersabar serta ridho dengan apa yang telah Allah putuskan.

Masalah jaza’ disebutkan juga di sunNah Nabi saw:

Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus 10 pasukan untuk mata-mata, pemimpin pasukan mengatakan ‘izinkan aku ruku 2 rakaat’ maka mereka meninggalkan, kemudian pemimpin pasukan itu berkata ‘seandainya saya tidak mengira kalian itu mengeluh saya akan panjangkan (sholatnya).’ [HR Bukhari].

Ulama salaf menyebutkan juga beberapa hal tentang jaza’:

Ali bin Abu Thalib ra berkata kepada Al-Asy’ats bin Qais, “Sesungguhnya jika engkau bersabar maka takdir akan tetap berlaku bagimu dan engkau akan mendapatkan pahala, dan jika engkau berkeluh kesah maka takdirpun tetap berlaku padamu dan engkaupun akan mendapatkan dosa.” [Adabud Dunya wad din hal: 537]

Seorang ahli hikmah berkata, dalam kitab al-Kamil fi al-Lughah wa al-Adab karya Al-Mubarrid, ia berkata: “Sesungguhnya jaza’ dan rasa takut (was-was) itu sebelum jatuhnya perkara. Kalau sudah jatuh perkara ia harus ridha dan menyerah.”

Amru bin Dinar mengatakan, “Mengeluh itu bukan tentang mata yang mengalirkan air mata, mengeluh adalah pernyataan dan prasangka buruk.” Jadi kalau ada masalah lalu curhat sambil menangis maka tidak termasuk jaza’. Mengeluh itu kalau sudah ada pernyataan bahkan sampai prasangka buruk kepada Allah.

Kalau terus mengeluh atas apa yang tidak didapatkan atau apa yang luput dari tanganmu maka silahkan mengeluh atas apa yang tidak bisa sampai padamu. Artinya kalau mengeluh itu diikuti maka semua hal akan jadi keluhan.

Musibah itu hanya ada satu; kalau yang terkena musibah itu mengeluh maka akhirnya musibah itu jadi dua. Yang pertama musibahnya itu sendiri, dan yang kedua hilangnya pahala (kalau bersabar kan dapat pahala).

Jaza’, kalau tidak dikelola akan melahirkan hal-hal buruk:

  1. Melahirkan perasaan sedih yang berkepanjangan.
  2. Menekan jiwa maksudnya mendidik jiwa jadi tidak berkembang dengan baik. Ketika mulut mengeluh maka berdampak ke jiwa, jiwa semakin tertekan, hasilnya menjadi tidak lebih baik. Kalau mulut ini menahan, maka jiwa akan terdidik untuk mampu menerima. Semakin sering dididik baik, maka jiwa akan sehat.
  3. Kalau mengeluh terus menerus, khawatir jadi masuk ke kategori su-udzon kepada Allah.
  4. Kalau dipelihara maka dapat mengikis keimanan terutama iman kepada qada qadar.
  5. Kena dosa karena tidak sesuai perintah Allah yakni harus sabar dan ridho.

TANYA JAWAB

T: Mengeluh itu dosa, maka jalan keluarnya adalah curhat untuk mencari solusi. Nah ketika menceritakan masalahnya, kadang terselip gibah, kadang semuanya diceritakan agar dapat solusi yang tepat. Sementara curhat pun ada batasan yaitu hanya sampaikan yang utama saja, sisanya disimpan. Bagaimana batasannya?
J: Batasannya sesuai dengan kebutuhan solusinya. Kalau diperlukan menyebut masalah sampai detil dan harus menyebut nama / orang ya itu berarti bagian dari yang diperlukan dalam mencari solusi. Hal yang demikian tidak mengapa.

T: Daripada mengeluh lebih baik ridho. Nah ridho disini ada garis yang samar dengan pasrah / pasif / apatis.
J: Agama ini memerintahkan untuk menggapai kehidupan yang baik dengan cara baik. Ketika ridho tetapi diikuti pasif apalagi apatis, sehingga keadaannya tidak menjadi baik, maka dia berdosa karena tidak mengambil sebab yang diperintahkan Allah. Mengambil sebab tidak musti mengeluh, ada banyak cara. Tetap harus ridho dan tetap harus mengambil sebab (dalam rangka menyelesaikan masalah), itulah yang Nabi saw ajarkan.

T: Ada sebuah teori: bicara mengeluh tentu bicara tentang energi. Orang yang mengeluh itu antara energi dalam dirinya dengan persoalan yang dihadapi itu defisit sehingga dia mengeluh. Mengeluh ini aktifitas mulut, yang disampaikan adalah pikiran negatif -itu aktifitas otak, turun ke perasaan yang galau, output-nya ucapan. Solusinya adalah mulai dari mulut, mulut disuruh diam, kemudian pikiran dan perasaan diolah. Ujung-ujungnya penyelesaian dari segala permasalahan hidup itu ternyata ada pada ridho dan sabar. Mohon tanggapan ustadz.
J: Hidup itu ada dua kemungkinan. Mendapatkan karunia atau ujian/musibah. Agama hadir menuntun. Yang mengedarkan karunia dan ujian/musibah itu Allah. Agama mengajarkan bahwa kalau mendapat karunia maka bersyukur -itu baik, kalau mendapat ujian/musibah maka bersabar, itu baik. Begitu hati tidak dapat menjalankan keduanya maka keluarlah sikap buruk. Begitu dapat karunia -kufur, begitu dapat ujian/musibah -tidak sabar. Tidak sabar bentuknya banyak, salah satunya mengeluh. Begitu dia mengeluh artinya keluar dari sabar. Maka akan menjadi buruk baginya. Ketika mengeluh hati semakin tertekan, kanan kirinya pun merespon buruk padanya. Karena secara umum manusia kurang suka mendengar keluhan. Tetapi kalau dia bersabar, melahirkan ridho, kalau ridho masalah itu berubah jadi suatu kenikmatan. Jadi memang harus sabar dan ridho.

T: Jika menghadapi masalah agar terhindar dari mengeluh, dzikir apa yang mampu menguatkan?
J: Ucapan dzikir laa hawla wa laa quwwata illa billaah, dapat disertakan dengan kegiatan teknis seperti tarik nafas serta pindah / berubah posisi.

T: Ayat 19 QS Al-Ma’arij, bagaimana memaknainya? Apakah itu satu fitrah atau apa?
J: Dalam jiwa itu Allah ilhamkan dua sifat. Baik dan buruk. Yang buruk salah satunya mengeluh. Maka PR nya manusia adalah ia harus melatihnya untuk jadi baik.

T: Apa perbedaan curhat dan mengeluh? Apakah orang pendiam berarti dia selamat dari sifat mengeluh? Tetapi kadang lingkungan berpikir diam itu artinya memendam sesuatu.
J: Curhat itu istilah sosial (bukan dari agama). Curhat bisa masuk kategori mengeluh atau tidak, tergantung tujuannya. Kalau curhatnya dalam rangka mencari solusi, ya bukan jaza’.
Dan sebaiknya jangan juga sering curhat. Karena orang tidak respek terhadap orang yang sedikit-sedikit curhat. Curhatlah kepada Allah.
Kalau ada orang begitu pendiam hingga membuat kebingungan sekitarnya, itu termasuk sikap berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan tidak baik.

wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (WW/AA)

Comments to: KAA82. Bahaya Suka Mengeluh

Your email address will not be published. Required fields are marked *