1. Arsip Kuliah Umum Tematik (KTM)

KTM60. Berpikir Sesuai Karakter Islam (3) ~ Manusiawi dan Seimbang

Kuliah Tafkir Islami – Kamis, 30 Rabiul akhir 1444 H / 24 November 2022

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

BERPIKIR SESUAI KARAKTER ISLAM (BAGIAN 3)

Karakter berpikir seorang muslim:

  1. Rohmah
  2. Adil
  3. Ilmiah
  4. Komprehensif/utuh
  5. Manusiawi
  6. Seimbang
KARAKTER KE-5: DINUL FITRAH, AGAMA YANG SANGAT MANUSIAWI

Agama yang sangat manusiawi
Seluruh ajaran agama ini sudah sesuai betul dengan kemanusiaan manusia dengan fakta bahwa:

  1. Allah adalah Tuhan Yang Maha Rahmah dan Kasih Sayang yang rahmahnya mendahului murkanya
  2. Allah menciptakan manusia sehingga ajarannya cocok dengan sifat-sifat kemanusiaan

Ajaran-ajaran Islam ini sejalan dengan situasi kemanusiaan manusia. Apa saja yang dibutuhkan manusia itu sudah dipandu oleh ajaran Islam. Kalau seseorang menjalankan ajaran agama Islam, maka ia akan tertolong kemanusiaannya. Islam itu ajaran yang sangat manusiawi dan sudah sesuai dengan karakter dasar manusia. Ketika ada ruang manusia untuk berbuat salah, maka ada ruang untuk meminta ampun dan perbaikan. Yang lebih dasar lagi, kebutuhan manusia untuk makan dan berpasangan itu melahirkan ajaran untuk makan dan menikah. Kebutuhan manusia untuk tidur, lahirlah konsep tidur.

Di dalam Islam, seseorang yang memenuhi kebutuhannya itu mendapatkan pahala asalkan dilakukan sesuai ajarannya. Seseorang yang membutuhkan tidur dan melaksanakannya sesuai ajaran Islam itu akan berpahala. Berteman sesuai ajaran Islam akan juga berpahala dan seterusnya.

Oleh karena itu, ketika berpikir seorang muslim itu harus manusiawi. Dengan background ajaran Islam yang sangat manusiawi itu, corak berpikir muslim itu harus manusiawi. Suatu masalah perlu dilihat apakah hal ini manusiawi atau tidak. Dengan demikian, penetapan keputusan dan pembuatan ide itu selalu berpikir apakah ini manusiawi atau tidak, misal ketika memutuskan jam kerja, jam belajar, target-target agama dan yang lainnya.

Syahwat
Corak berpikir muslim itu sangat mendominasi manusia. Tidak ada situasi yang tidak sejalan dengan kemanusiaan. Ketika berbicara manusiawi, kita tidak berbicara tentang syahwat. Syahwat itu bagian dari kemanusiaan manusia dan menjadi sesuatu yang perlu dikelola dan bukan dibiarkan.

Ketika seseorang ingin berpasangan, maka ini pun kebutuhan manusiawi sehingga ajarannya adalah menikahlah. Namun ketika pilihan-pilihan ketika memilih pasangan ini mendominasi, maka ini menjadi berlebihan. Misalkan, ia ingin mendapatkan pasangan dengan kriteria tertentu yang spesifik dan harus mendapatkannya.

Dengan demikian, kita belajar untuk berpikir yang bisa mengayomi kemanusiaan manusia.

3 kondisi masyarakat:

  1. Ada yang bersungguh-sungguh mengerjakan kebajikan
  2. Ada yang sedang
  3. Ada yang mendzalimi diri sendiri

Catatan yang perlu diperhatikan dalam berpikir manusiawi:

  1. Jangan sampai ini menjadi justifikasi untuk membenarkan kelemahan
  2. Jangan sampai ini menjadi justifikasi untuk membiarkan syahwat
  3. Tidak sedang membiarkan kemungkaran yang terjadi di lingkungan sosial

Ketika berbicara kemanusiawian, kita tidak berbicara kelemahan. Kelemahan ini untuk diperbaiki. Syahwat juga tidak dibiarkan untuk selalu dipenuhi. Kita juga tidak membiarkan kemungkaran yang terjadi di lingkungan sosial dalam konteks nahi mungkar.

Resiko ketika tidak berpikir manusiawi:

  1. Akan ada penolakan keras dari manusia
  2. Produk berpikir yang diciptakan tidak akan membuat orang nyaman
  3. Berpeluang besar untuk tidak bertahan lama (tidak istiqomah)

Ketika tidak berpikir manusiawi, maka akan ada penolakan keras dari orang lain. Setiap orang tidak akan bertindak di luar batas kemanusiaannya. Kalau dipaksakan, akan bisa patah.

Ketika tidak berpikir manusiawi, produk berpikir yang diciptakan tidak akan membuat orang nyaman. Produk berpikir itu ada yang benar dan ada yang diterima. Diterima oleh orang itu adalah ketika membuat orang lain nyaman. Inilah yang disebut dengan kebijaksanaan.

Ketika tidak berpikir manusiawi, maka akan berpeluang besar untuk tidak bertahan lama yakni tidak istiqomah. Pilihan-pilihan manusiawi itu dibuat supaya cocok. Misalkan, seseorang memulai untuk shalat malam namun langsung sehari semalam. Maka hal ini tidak akan bertahan lama dan bisa patah.

Panduan untuk berpikir manusiawi dalam penerapannya kepada masyarakat:

  1. Perlu punya pilihan-pilihan yang cukup dalam menyikapi berbagai keadaan.
  2. Perlu paham ilmu untuk memahami manusia, misal mengenai psikologi, sosiologi, antropologi dan ilmu kesehatan. Seorang ustadz harus memahami hal-hal tersebut agar ajaran-ajaran Islam yang diajarkan bisa diterima oleh masyarakat.
  3. Perlu memiliki empati yang tinggi, kembali ke dinul rahmah. Kita bukan merupakan orang yang ganas.
KARAKTER KE-6: AGAMA YANG SEIMBANG

Agama Islam sangat mendukung keseimbangan, termasuk keseimbangan urusan jasmani (fisik) dan rohani. Terus-menerus makan itu tidak diperbolehkan, disamping juga terus-menerus beribadah juga tidak diperbolehkan. Ada juga keseimbangan antara hak pribadi dan hak sosial. Paham kapitalis itu sangat mengedepankan hak pribadi sedangkan paham sosialis itu sangat mengedepankan hak sosial. Islam itu menyeimbangkan keduanya.

Kita juga mendapati keseimbangan itu di dalam urusan-urusan yang terikat dengan kita. Misal, perintah untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat, saudara dan tetangga. Dalam prakteknya, kita tidak boleh untuk berbuat tidak baik kepada tetangga atas nama berbuat baik kepada orang tua, dan sebaliknya. Kesemua ini harus seimbanga.

Dengan demikian, seorang muslim harus seimbang ketika berpikir. Kita berpikir dengan mempertimbangkan semua sisi dan tidak boleh berat sebelah. Misal, saking fokusnya ke urusan marketing, seseorang bisa jadi tidak memperhatikan urusan keuangan dan produksi. Di dalam organisasi, hal ini disebut ego-sektoral. Ketika sama-sama bisa berpikir seimbang, maka tidak akan terjadi masalah ego-sektoral.

Dalam kondisi keluarga, misal saking inginnya membangun rumah, maka pos untuk kebutuhan makan keluarga dikorbankan sehingga gizi tidak cukup. Ini adalah keadaan yang tidak seimbang.

Di dalam Islam, keseimbangan itu tidak selalu bermakna sama. Makna keseimbangan dalam Islam adalah memberikan hak-nya orang yang berhak. Tidak ada pemilik hak yang tidak tertunaikan haknya. Berapa haknya? Ini tunduk ke azas keadilan dan perlu proporsional. Ketika azas keseimbangan ini bisa dijalankan dengan bagus, maka hidup kita akan bisa menjadi baik. Ketika tidak seimbang, maka salah satu bagiannya bisa patah dan tidak harmonis.

Ketika bisa berpikir seimbang, maka kehidupan seorang muslim juga akan seimbang.

TANYA JAWAB

Apakah batasan di antara kedua hal ini:
1. Berusaha maksimal di luar batas kemanusiaan tanpa perhitungan yang sempurna,
2. Mempercayai bahwa usaha maksimal akan selalu mendapatkan pertolongan Allah?
Usaha maksimal itu masih ada di area manusia namun tidak boleh melampaui batas. Batas ini yang harus kita pahami. Contoh, seseorang yang shalat malam dari tengah malam sampai menjelang shubuh. Ini bukan melampaui batas karena ia sudah tidur terlebih dahulu. Sahabat Nabi yang tidak tidur untuk shalat malam itu yang melampaui batas. Kita perlu pandai-pandai menentukan batas-batas itu. Ukuran terhadap kadar kemanusiaan itu bisa menggunakan standar keilmuan, misalkan standar ilmu kesehatan. Ketika sudah berdampak misal ke psikologi dan kesehatan, maka berarti ini sudah melewati batas kemanusiaan.

Kadang kala kita ragu ketika hendak memperbaiki keadaan lingkungan yang kurang baik karena merasa kurang paham atas hukum syariatnya sehingga seringkali diam membiarkan walaupun hati ini menolak. Bagaimana dengan situasi hal ini?

  1. Dalam kondisi seperti ini, maka ini adalah kesempatan kita untuk memperluas ilmu kita. Ciri kebenaran itu adalah tidak membuat keraguan di hati. Bisa jadi nurani kita mendahului pikiran kita karena ilmu kita tidak cukup.
  2. Ketika kondisinya tidak bisa atau belum bisa diubah, maka kita perlu kebijaksanaan untuk menangani dampaknya. Ada hal-hal baik yang dikelola dengan tidak tepat. Misalkan, pengajian yang dilakukan sampai larut malam secara terus-menerus. Ini perlu seseorang yang tepat untuk mengingatkannya, misalkan seseorang yang berpengaruh seperti kyai besar.
  3. Perlu melihat dampaknya. Apakah hanya isu tersebut yang bermasalah atau ada isu yang lebih besar lagi. Misalkan, isu ekonomi yang umumnya terdapat di masyarakat. Keburukan akan hilang dengan sendirinya karena orang tertarik kepada kebaikan. Kita bisa menyelesaikan masalah tanpa harus menyentuh masalah dengan cara mengalihkan perhatian ke hal kebaikan yang lain.

wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)

Comments to: KTM60. Berpikir Sesuai Karakter Islam (3) ~ Manusiawi dan Seimbang

Your email address will not be published. Required fields are marked *