1. Arsip Kuliah Al-Hikam (KAH)

KAH57. Kitab Al-Hikam – Hikmah ke-70 (Tanda-tanda kejahilan) & ke-71 (Balasan besar bagi orang beriman)

Kuliah Al-Hikam – Selasa, 30 Rabiul Akhir 1445 H / 14 November 2023
Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi, Lc. MSi.

بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

HIKMAH KE-70: TANDA-TANDA KEJAHILAN
  1. مَنْ رَأيْتَهُ مُجيباً عَنْ كُلِّ ما سُئِلَ، وَمُعَبِّراً عَنْ كُلِّ ما شَهِدَ، وَذاكِراً كُلَّ ما عَلِمَ، فاسْتَدِلَّ بِذلِكَ عَلى وُجودِ جَهْلِهِ.
    Jika engkau lihat seseorang selalu menjawab segala apa yang ditanyakan kepadanya, mengungkapkan segala apa yang disaksikannya, dan menyebut segala apa yang diketahuinya, maka ketahuilah bahwa itu tanda-tanda kejahilan pada dirinya.

Kalau ada orang yang menjawab semua hal yang ditanyakan kepadanya, menyebutkan ibrah atas semua yang ia lihat dan mengingat (menyebutkan) semua hal yang ia ketahui, maka itu adalah suatu bentuk kebodohan. Sebaliknya, orang alim tidak seperti itu karena ia terkadang tidak bisa menjawab suatu hal, tidak mendapatkan ibrah atas suatu hal ataupun mengingat suatu hal.

Menjawab semua hal yang ditanya itu memberikan konsekuensi bahwa ia mengetahui semua ilmu, padahal hal itu adalah mustahil bagi seorang manusia. Allah berfirman bahwa manusia tidak diberi ilmu kecuali sedikit.

Memberikan ibrah atas semua yang disaksikan itu merupakan bagian dari menyebar rahasia yang sebenarnya kita diperintahkan untuk menyembunyikannya. Ilmu atau kecakapan untuk menyaksikan kebesaran Allah itu menyempit oleh kemampuan mengibaratkan. Ketika seseorang bisa menyaksikan kebesaran Allah, maka hal ini tidak bisa dicukupkan dengan satu dua kata karena ibrah atau hikmah itu adalah sedemikian besarnya. Orang-orang arif billah itu menyikapinya dengan isyarat dan bukan ibarat. Ketika menjadi ibarat, maka pemaknaan menjadi sempit.

Di banyak hal, sebenarnya orang-orang itu banyak tidak tahu, tidak bisa berkata mengenai apa yang ia rasa dan tidak bisa menyampaikan semua apa yang ia ingat atau ketahui. Jika terjadi semuanya, maka sebenarnya ia tidak mengetahuinya. Sebenarnya, semakin alim seseorang, maka semakin padat ucapannya, semakin bijaksana dan semakin bisa menampung rahasia. Demikianlah jalan para aulia. Jika terjadi sebaliknya, maka hal ini menunjukkan kurang cukupnya ilmu. Kita tidak menjawab dengan berdiam diri dan tidak menyebut semua hal untuk menghindarkan diri dari fitnah.

# Pesan dari hikmah ke-70:

  1. Adanya adab terhadap ilmu, yakni adalah baik untuk diam ketika kita tidak mengetahui suatu ilmu.
  2. Apa yang kita saksikan itu tidak perlu semuanya disampaikan, inilah kearifan orang alim.
  3. Tidak semua yang kita ketahui itu perlu disebutkan untuk menghindari fitnah.
  4. Ketiga sikap di atas bukan dimaknai sebagai menyembunyikan ilmu (hikmah) karena adanya kebaikan dibalik sikap yang dilakukan.

Semoga kita bisa menaiki tingkatan kematangan berpikir, kebersihan hati dan kemuliaan sikap.


TANYA JAWAB

Kajian ini seperti filsafat tingkat tinggi ya Ustadz. Tidak mudah mencapainya di kondisi saat ini dimana orang suka bicara, menunjukkan existensi diri dan suka ghibah. Bagaimana cara menuju posisi yang diinginkan?
Ini bukanlah filsafat namun merupakan karakter ilmu hati. Dalam bahasa awam, semakin berbobot ilmu seseorang, maka ia akan semakin menunduk seperti padi. Di zaman ketika Ibnu Atha’illah hidup saja, orang-orang yang dinyatakan berada dalam keadaan ini saja jarang, apalagi di jaman kita sekarang di tengah masyarakat yang suka bicara apa saja. Maka dari itu, kita perlu bijaksana. Semua pembicaraan kita harus menjadi amal. Apa saja yang kita lakukan harus menjadi amal shaleh. Ketika menjawab atas sesuatu yang tidak ia ketahui, maka hal ini bisa menjadi dosa.

Apakah pengalaman spiritual seseorang juga sebaiknya disembunyikan?
Boleh diceritakan, namun tidak perlu semuanya. Jika pengalamannya baik, maka boleh diceritakan. Jika menjadi fitnah atau membuat pendengarnya menjadi salah tangkap, maka tidak perlu diceritakan.

Apakah yang dimaksudkan dengan penyaksian tadi adalah dengan mata bathin dan bukan mata fisik? Apakah berarti dalam bentuk rasa?
Istilah-istilah yang digunakan dalam kajian hikam:

  • Syahid –> dengan mata hati
  • Yara –> dengan mata fisik

HIKMAH KE-71: BALASAN YANG BESAR UNTUK ORANG BERIMAN DI AKHIRAT
  1. إنَّما جَعَلَ الدّارَ الآخِرَةَ مَحَلّاً لِجَزاءِ عِبادِهِ المُؤْمِنينَ؛ لأَنَّ هَذِهِ الدّارَ لا تَسَعُ ما يُريدُ أنْ يُعْطِيَهُمْ. وَلِأَنَّهُ أَجَلَّ أَقْدارَهُمْ عَنْ أنْ يُجازِيَهُمْ في دارٍ لا بَقاءَ لَها.
    Sesungguhnya Allah menjadikan negeri akhirat sebagai tempat untuk membalas para hamba-Nya yang beriman, karena negeri ini (dunia) tidak mampu menampung apa yang hendak Dia berikan kepada mereka, dan karena Allah hendak memuliakan mereka dengan tidak memberikan balasan di dunia yang tidak kekal.

Tempat hidupnya orang mukmin itu di akhirat. Negeri akhirat adalah tempatnya Allah memberi balasan kepada orang mukmin karena dua kondisi:

  1. Dunia ini tidak dapat menampung kenikmatan-kenikmatan yang ingin Allah berikan kepada orang mukmin. Banyaknya ayat yang menyebutkan bahwa Allah akan memberikan balasan yang berlipat-lipat bagi orang beriman. Hal ini tidak bisa diberikan di dunia ini karena tidak memungkinkan.
  2. Allah ingin memuliakan orang-orang mukmin itu di tempat yang kekal yakni di surganya Allah. Sesuatu yang tidak kekal meskipun lama waktunya itu ibarat tidak ada artinya. Allah akan senangkan mereka dengan bisa melihat Allah yang Maha Mulia. Kita berdoa semoga Allah menjadikan kita sebagai para ahli jannah.

# Pesan dari hikmah ke-71:

  1. Perlunya serius menjadi hamba Allah yang beriman yang berorientasi akhirat
  2. Perlunya rajin berdoa agar selamat dari api neraka
  3. Perlunya bersikap rileks terhadap urusan dunia

Kita harus serius untuk menjadi hamba-Nya Allah yang beriman dan kita perlu betul-betul serius dalam mengurus akhirat kita. Strategi dalam menjadi hamba Allah yang beriman:

  1. Shalatnya khusyu’
  2. Berpaling dari hal yang tidak berguna
  3. Menunaikan zakat
  4. Menjaga kehormatannya
  5. Menunaikan amanah
  6. Menjaga shalatnya

Kita fokus memperbaiki diri, memperbaiki shalat agar semakin khusyu’, memperbaiki hidup agar tidak banyak yang mubadzir, menunaikan zakat agar jangan sampai terlewat, menjaga kehormatan yakni kemaluannya, menunaikan amanah dan menjaga shalat kita agar dikerjakan di awal waktu dan tidak boleh ada yang tertinggal.

Kita pun harus rajin berdoa agar selamat dari api neraka. Akhirat itu kekal sekali, jadi jangan sampai terlewat. Doa sapu jagat itu harus terus diulang-ulang, yakni:
Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannar.
wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.

Strategi amal shaleh:

  1. Fokus yang wajib dulu, baru yang sunnah
  2. Cari yang paling utama
  3. Cari yang berdampak besar
  4. Cari yang berdampak luas
  5. Berjamaah dalam mengerjakannya
  6. Menggunakan fasilitas dunia untuk mencapai akhirat
  7. Memberikan perhatian lebih kepada amal hati, seperti mahabah kepada Allah
  8. berdoa

Wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)

Comments to: KAH57. Kitab Al-Hikam – Hikmah ke-70 (Tanda-tanda kejahilan) & ke-71 (Balasan besar bagi orang beriman)

Your email address will not be published. Required fields are marked *