Kajian Akhlak dan Adab – Rabu, 26 Syawal 1444 H / 17 Mei 2023
بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
BAHAYA DENDAM (BAGIAN 2)
Dalam bahasa Arab, dendam atau suka membalas disebut al-intiqaam. Lawannya dendam adalah memaafkan atau lapang dada dan disebut al-‘afwu dalam bahasa Arab. Makna dari intiqaam adalah ‘saya tidak ridho sampai saya membalas persis sesuai yang dia perbuat’.
# Ayat qur’an yang bicara tentang akhlak dendam
Jiwa manusia secara umum tidak cukup mudah berhenti pada batas yang ditetapkan. Maka di konteks ini, sangat ditekankan untuk berhati-hati yakni agar berhenti pada batas pembalasan yang diizinkan dan tidak boleh melampaui. Karena tidak mudah, Allah memerintahkan untuk bertakwa dan memaafkan saja. Hal tersebut ditegaskan di QS Asy-Syura ayat 37, “……dan apabila mereka marah segera memberi maaf”.
QS Al-Maidah ayat 28-29 memberikan pelajaran tentang bagaimana Habil tidak akan membalas perbuatan Qabil pada dirinya, padahal Habil lebih kuat dan lebih bisa membalas tetapi ia memilih takut kepada Allah.
Akhlak membalas ini bukanlah akhlak yang baik. Kalaupun terpaksa membalas, harus dipastikan persis seperti yang diterima sebagaimana tertuang di QS Al-Baqarah ayat 194.
# Hadits-hadits yang bicara tentang akhlak dendam
Hadits Malik No. 1401 yang artinya,
“Telah menceritakan kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Zubair dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata; “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi dua pilihan antara dua perkara, kecuali akan mengambil yang paling ringan di antara keduanya selama bukan dosa. Jika itu suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya. Dan tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas untuk dirinya sendiri, kecuali jika kehormatan Allah dihinakan maka beliau akan membalasnya karena Allah.”
https://shareoneayat.com/hadits-malik-1401
HR Muslim No. 6391 yang artinya,
“Dari Aisyah radiyallahu ‘anha, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya. Ia juga tidak pernah memukul istri-istri dan pelayannya, kecuali apabila beliau berjihad di jalan Allah. Ketika beliau disakiti, beliau sama sekali tidak pernah membalas orang yang menyakitinya, kecuali bila ada larangan Allah yang dilanggar, maka beliau membalas karena Allah.”
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/6391
Imam Nawawi rahimahumullah mengomentari hadits tersebut di atas bahwa kita didorong untuk memaafkan, berlapang dada dan sanggup menerima rasa sakit dari orang, kecuali jika hukum Allah dilanggar.
# Pandangan ulama-ulama salafushsholeh tentang akhlak dendam
Muawiyah berkata kepada anaknya yang ketangkap mata telah memukul seorang anak, “Hai putra kecilku hati-hati jangan sampai melukai orang yang tidak pernah bisa membalas kepadamu.”
Al Mansyur salah satu khalifah di Muawiyah atau Abasiyah berkata, “Kenikmatan memaafkan itu lebih indah dari pada kenikmatan bisa membalas.”
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Terkadang orang itu akhirnya memutus hubungan karena memberikan sanksi atau takdzir padahal maksud dari bab itu adalah agar ia berhenti karena ingin memberikan rahmah dan ihsan, bukan ingin membalas.” (beliau bicara dalam konteks tentang hukuman yang ditegakkan di Islam).
Ibnul Qayyim mengatakan, “Memaafkan, lapang dada, terdapat padanya kenikmatan dan ketenangan dan kemuliaan diri yang tidak ia dapatkan ketika orang suka membalas. Beliau juga mengatakan, “Tidaklah orang membalas kepada orang lain kecuali akan disertai dengan penyesalan di belakangnya.”
Ibnu Arabi mengatakan, “Orang yang memiliki kemampuan membalas itu yang paling buruk adalah ketika dia membalas.” Contohnya penguasa yang melakukan pembalasan adalah akhlak yang paling buruk, sejatinya ketika pada posisi itu yang paling bagus adalah memaafkan.”
Sebagian Sastrawan mengatakan, “Tidak ada kebiasaan pada deretan orang-orang mulia itu yang suka membalas.”
# Dampak dari akhlak buruk dendam
- Pelakunya tidak akan cukup mudah untuk meraih kemuliaan.
Ungkapan dari Daud Ibn Rusyd, para bijaksana dari India mengatakan, “Tidak akan orang mendapatkan keuntungan bersama kezoliman, dan tidak akan ada kepemimpinan bersama dendam.” - Sepanjang sejarah, orang-orang mulia tidak memiliki sifat ini
- Akhlak ini akan menarik / mengundang akhlak buruk yang lain
- Akan mendatangkan penyesalan yang luar biasa
- Akan melahirkan masyarakat yang saling membenci, saling iri dengki
# Tip agar akhlak ini hilang atau terhindar
- Bangun mindset yang benar tentang dunia ini agar semua masalah dapat ditempatkan sebagai masalah ringan
- Bangun hati yang lapang dan bersih, yang lembut bagai air sehingga tidak mudah terluka. Cara membangunnya dengan banyak dzikir
- Membiasakan diri untuk fokus pada perbuatan yang penting-penting
# Tanya Jawab
Kita boleh membalas persis sama dengan yang diterima, tentunya ini bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu agama menyuruh bertakwalah dan maafkanlah. Memaafkan dan bertakwa disatu sisi juga bukan sesuatu yang mudah juga. Jadi bagaimana mewujudkannya?
Kalau mendapat perlakuan buruk, batas akhir dari membalas itu adalah membalas persis sama dengan yang diterima. Sementara nafsu secara umum tidak akan puas kalau membalas persis. Inginnya lebih.. Sifat nafsu itu kan kalau dapat keburukan inginnya lebih buruk, kalau dapat kebaikan inginnya jangan lebih baik. Maka Allah memerintahkan bertakwalah setelah Allah mengizinkan membalas. Perintah Allah untuk bertakwa maksudnya hati-hati, jangan sampai melewati batas. Karena tidak cukup mudah sampai pada persis itu meskipun sudah hati-hati maka diperintahkan jauh sebelum itu maafkan saja dari pada memilih membalas. Kalau tidak persis nanti diri sendiri yang akan mendapatkan azab kelak di akhirat.
Bagaimana memaafkan? Teori memaafkan ada beberapa pendekatan:
- Pendekatan dengan teori mindset.
Tempatkan masalah itu dibawah kapasitas disertai tanpa ada kesombongan, yang demikian ini akan mudah memaafkan. Agama mengajarkan bahwa seorang mukmin sejatinya meletakkan urusan dunia ini tidak ada yang berat, yang disebut berat itu kalau urusan akhirat. - Pendekatan dengan teori kelembutan jiwa.
Jiwa yang penuh kelembutan seperti air. Ibnul Qayyim mengatakan dzikir itu laksana air. Maka kalau jiwa itu lembut apalagi seperti air maka tidak pernah bisa dilukai. Kalau rajin dzikir, jarang maksiat menghasilkan jiwa yang lembut, dan jiwa yang lembut tidak akan mudah terluka. - Mengalihkan fokus.
Jika menjumpai orang yang memiliki sikap keterlaluan bahkan masuk kategori suka memfitnah kemudian dilaporkan ke pihak berwajib, apakah itu termasuk membalas dendam?
Kalau melakukan tindakan hukum itu lebih karena ingin memberi pelajaran agar berhenti dari kemaksiatan, itu tidak masuk kategori intiqaam.
Apabila ada orang dendam sampai orang yang dibenci itu sudah meninggal, dan dendam itu dilampiaskan hingga ke keturunannya, bagaimana pandangan ustadz?
- Wajib istighfar sebanyak-banyaknya. Bertaubat dengan serius. Semuanya untuk menghilangkan akhlak buruk tersebut. Sejatinya memiliki sifat dendam itu membuat empunya jadi sibuk dengan pikiran bagaimana membalas dan itu tidak membawa ketenangan kebahagiaan.
- Memperbanyak dzikir agar hati lama kelamaan melembut.
- Fokus memperbaiki, mengembangkan diri.
- Kalau jaraknya berdekatan, ada baiknya pindah lokasi agar hati tidak stuck pada kenangan pahit.
Hati yang lembut tidak akan pernah merasa terluka. Berarti kalau masih terluka hati ini belum lembut?
Betul seperti itu, perbanyak taubat istighfar dan dzikir lainnya untuk melembutkan.
Dimana batasan antara memberi pelajaran dan balas dendam?
Batasannya aturan hukum.
wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (WW)
No Comments
Leave a comment Cancel