Kajian Tematik MFH Pondok Indah – Ahad, 20 Dzulqa’dah 1443 H / 19 Juni 2022
بسم الله الرحمن الرحيم
أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
BIJAK MEMAHAMI PERBEDAAN DALAM ISLAM
# Pengantar
Perbedaan di dalam masyarakat adalah hal yang biasa. Urusan dukung-mendukung ini bisa jadi bahan yang reaktif di dalam masyarakat. Yang tidak sehat adalah ketika di dalamnya sudah dimasukkan unsur saling caci-mencaci dan hal yang tidak baik lainnya. Dalam keadaan tertentu, sebenarnya perbedaan itu menjadikan sesuatu menjadi seru. Permainan yang sportif itu membuat perbedaan ini menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Penyikapan terhadap perbedaan ini bisa dibawa “kalem” atau dibawa “berantem” dan ini bergantung kepada kita sendiri. Ini bergantung kepada jam terbang kita. Kita seharusnya bisa membedakan yang terjadi di masyarakat. Dalam konteks kehidupan beragama, kalangan-kalangan yang reaktif terhadap perbedaan ini bisa jadi baru saja mempelajari agama Islam.
Seringkali seseorang itu bukan pakar di bidangnya namun mengesankan diri di depan orang lain sebagai seorang pakar dalam suatu bidang. Sikap ini adalah salah satu penyebab dari sikap sedikit-sedikit memamerkan pengetahuannya di dalam hal agama dan ini yang terjadi di dalam masyarakat.
# Khilafiyah di dalam masalah fiqih
Situasi khilafiyah ini adalah sulit dihindari. Perbedaan di antara mazhab sulit dihindari, bahkan ada juga perbedaan di dalam mazhab. Contoh, imam Syafi’i memiliki dua pendapat. Ada Kaul qodim dan Kaul jadid.
Contoh: Waktu berakhirnya shalat maghrib menurut mazhab Syafi’i:
- Kaul qodim (pendapat lama): waktu maghrib adalah sampai menjelang waktu isya
- Kaul jadid (pendapat baru): waktu maghrib adalah selama waktu mendirikan 3 rakaat shalat maghrib dan 2 rakaat ba’diyah isya.
# Bersikap dalam perbedaan
Kita beragama memang harus meningkatkan kualitas keilmuan kita namun bukan dengan cara mengejek dan merendahkan satu sama lain. Analoginya adalah seperti situasi di dalam rumah sakit. Banyak dokter spesialis dengan spesialisasi yang berbeda-beda dan satu sama lain tidak saling menjatuhkan. Ketika bicara tentang spesialisasi yang bukan dalam keahliannya, maka ia akan merekomendasikan koleganya dengan cara memberi rujukan.
Perlunya masyarakat menghadirkan ustadz atau da’i yang dalam keilmuannya dan juga piawai dalam menyampaikan ilmunya kepada masyarakat. Ilmunya dalam, komunikasinya bagus. Masing-masing Ustadz ada dalam bidang keilmuannya masing-masing. Ada bidang-bidang keilmuan yang dikuasai oleh masing-masing Ustadz. Kajian ilmu keislaman sebaiknya tidak melebar ke bidang di luar bidangnya.
TANYA JAWAB
Sejak kapankah perbedaan pendapat ini muncul di dalam agama?
Di zaman Nabi, perbedaan sudah ada juga sejak jaman sahabat.
2 macam perbedaan:
- Ada perbedaan yang posisinya satu betul dan satu salah
- Ada perbedaan yang kedua-duanya benar
Contoh perbedaan yang muncul dan kedua-duanya benar. Di masa Nabi ada sahabat yang membaca qiraat yang berbeda, dan keduanya dibenarkan oleh syariat. Di keseharian masyarakat, kasus-kasus seperti ini yang sering muncul.
Bagaimana dengan situasi ketika bermunculannya cara-cara untuk menguasai tadabbur al-Qur’an dengan cepat walaupun sebenarnya pendalaman materi ini harus melalui pendidikan syariat yang mendalam?
Misalkan dianalogikan dengan dunia kesehatan, ada konten yang disampaikan secara praktis seperti dalam sosialisasi P3K (pertolongan pertama pada kecelakan) bagi masyarakat umum. Namun apabila sakit berlanjut, pasien haruslah tetap merujuk kepada dokter atau rumah sakit. Begitu pula dengan kehidupan beragama.
wallahu a’lam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (AA)
No Comments
Leave a comment Cancel