1. Arsip Kajian Hadits Kitab Ar-Riqaaq (R43D)

R43D07. Kajian Tafsir Hadits Kitab Ar-Riqaaq (Bab 38)

Kajian Ramadhan 1443H/2022 MFH – Selasa dhuha, 10 Ramadhan 1443 H / 12 April 2022

‎بسم الله الرحمن الرحيم
‎أَشْهَدُ اَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه
‎وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Bab 38: Tawadhu’

Pembahasan:
1. Bab tawadhu diajarkan melalui unta nabi yang sebelumnya tidak terkalahkan, namun pada akhirnya dapat terkalahkan oleh unta yang lain. Hal ini tidak lepas dari kuasa Allah SWT atas apa yang terjadi di dunia melalui unta tersebut.

Intisari yang dipelajari adalah bahwa sebagai manusia tidak seharusnya membanggakan dirinya atau kelompoknya, serta merasa unggul dibandingkan yang lain.

Bila manusia sedang berkelimpahan, memiliki kelebihan setinggi apapun, hendaknya tidak membuat manusia merasa di atas, tidak boleh merasa lebih baik dari siapapun, dan tidak terkalahkan. Hendaknya manusia tetap rendah hati (tawadhu’) dan janganlah masuk dalam kesombongan. Manusia perlu mengingat bahwa tidak selamanya hidup berada di atas. Ada kalanya juga akan ada cobaan dan mungkin saja kekurangan.

Tawadhu’ adalah manusia merasa bahwa dirinya sebagai hamba Allah yang penuh dengan kekurangan, merasa bahwa masih banyak orang lain lebih baik dan memiliki lebih banyak kelebihan daripada dirinya. Sifat tawadhu’ juga berarti manusia akan menghargai dan memuliakan orang lain. Manusia sholeh yang tawadhu’ akan menjauhi sifat ujub dan takabur.

Sifat ujub adalah merasa bahwa dirinya sendiri lebih tanpa menghinakan orang lain. Sedangkan takabur adalah mengagumi diri sendiri dengan merendahkan orang lain. Naudzubillahimindzalik.

2. Allah berfirman: “Yang menyakiti hamba yang dekat kepadaKU, maka sama dengan perang denganKU”. “Dan tidak seorangpun mendekat kepadaKU daripada yang AKU cintai. Dan yang AKU cintai adalah yang AKU fardhukan”

Intisari yang dapat dipelajari adalah semakin dekat dengan Allah SWT, hendaknya membuat manusia semakin rendah hati (tawadhu’), bukan membuat semakin sombong. Hakikat tawadhu’ adalah semakin tinggi kualitas manusia, maka semakin memahami kekurangannya. Semakin dekat manusia dengan Allah SWT (semakin sholeh), maka akan menganggap Kuasa Allah SWT begitu besar kepadanya, dan merasa khawatir dengan nasibnya di akhirat kelak. Insan sholeh yang tawadhu’ akan melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya, dan menyerahkan Kembali seluruhnya kepada Allah SWT.

Manusia hendaknya menghindari kesombongan muncul di dalam dirinya. Tidak akan seorang hamba mencium bau Syurga bila di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun sebesar biji zarrah. Kesombongan dapat disebabkan atas apa yang dimiliki di dunia (harta, tahta dan atribut dunia yang lain) dan apa yang dirasa sudah dipersiapkan untuk di akhirat (amal, sedekah, ibadah dan lainnya yang dirasa sudah lebih baik dari orang lain).

Kemaksiatan yang menyebabkan kerendahan hati masih lebih baik daripada kebaikan yang menyebabkan kesombongan hati. Bila manusia merasa ada kesombongan hendaknya berhati-hati dan segera bertaubat. Yang terbaik adalah manusia meningkatkan ketaatan dan tetaplah rendah hati.

3. Bagi para orang tua. Orang tua dapat menanamkan sifat tawadhu’ kepada anak sejak dini. Cara terbaik adalah orang tua menjadi teladan dengan memberikan contoh di kehidupan sehari-hari. Orang tua hendaknya dapat mendidik tawadhu’ berdasarkan Al Quran dan Hadits. Selain itu, orang tua juga dapat memberikan pendidikan tawadhu’ melalui cerita/kisah teladan yang ada di dalam buku. Bila saat mengajarkan tawadhu’, ada anak atau orang di sekelilingnya melakukan penghinaan terhadap orang lain (walaupun sifatnya bercanda), dapat disampaikan kepada anak bahwa tidak berhak manusia menghinakan ciptaan Allah SWT. Hal ini akan membuat anak mengingat bahwa menghinakan orang lain adalah bagian dari kesombongan.

4. Sifat tawadhu’ tidak berarti seluruh pakaian dan atribut dunianya dalam bentuk yang sederhana. Manusia boleh menggunakan pakaian yang baik, kendaraan yang baik, perhiasan dan yang lainnya, selama tidak mengubah hatinya untuk tetap tawadhu’.

5. Sifat ujub dan takabur akan dengan sangat mudah memasuki hati dan pikiran manusia. Kesombongan akan dapat muncul hanya karena melakukan sebuah kebaikan atau menyelesaikan suatu masalah. Terutama saat ini banyak sekali media yang memungkinkan manusia untuk menjadi riya, sombong dan merasa lebih dari orang lain. Untuk itu, hendaknya manusia banyak dan terus beristighfar dengan diniatkan bertaubat, serta tidak mengulanginya lagi. Dengan izin Allah, istighfar akan menjaga manusia dari kesombongan.

6. Saat ini juga perlu berhati-hati dengan fenomena posting di media sosial. Bila tujuan membagikan kenikmatan dan kesuksesan yang diperoleh mengandung riya, mengagungkan dirinya dan keluarganya namun meniadakan kuasa Allah SWT, maka hal tersebut menjadi ujub dan takabur. Hal tersebut lebih baik dihindari. Namun jika ingin menceritakan kebahagiaan dengan mengagungkan kuasa Allah SWT, dengan penuh rasa rendah hati dan merasa tidak memiliki daya apapun kecuali atas izin Allah SWT, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sunnah. Wallahualam.

wallahu Alam bishowab
Ditulis oleh Tim Formula Hati (DA)

Comments to: R43D07. Kajian Tafsir Hadits Kitab Ar-Riqaaq (Bab 38)

Your email address will not be published. Required fields are marked *